Pertunjukan di Tengah Malam

Reporter

Editor

Rabu, 16 Desember 2009 23:14 WIB

TEMPO Interaktif, Bandung -- Langit tak hanya mencurahkan airnya pada pengujung 2009. Hujan meteor Geminid juga "menyiram" Bumi dengan pertunjukan cahaya yang memukau. "Puncaknya Minggu malam sampai Senin subuh tadi (kemarin)," kata Kepala Observatorium Bosscha, Lembang, Taufik Hidayat kemarin.

Pada saat puncak, yang berlangsung pada pukul 22.00-05.00 WIB, bisa terlontar 40-100 bintang per jam. Cahaya berupa garis-garis api terang di langit malam itu terjadi akibat gesekan meteor dengan atmosfer di angkasa.

Meski tak sebesar hujan meteor Perseid, Geminid dianggap lebih memikat karena intensitasnya amat tinggi. Bahkan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menganggap Geminid sebagai "hujan meteor terbaik 2009".

Puncak hujan meteor Geminid pada 13-14 Desember itu juga bertepatan dengan bulan baru, sehingga memberi kondisi pengamatan yang ideal. Bulan baru membuat langit gelap, sehingga para pengamat bintang dapat menonton hujan meteor hingga 140 meteor per jam.

Orang yang tinggal di Asia, khususnya Cina dan Indonesia, memperoleh "kursi khusus" dalam pertunjukan tengah malam itu, dan bisa menyaksikan lebih dari 300 meteor per jam. Sayangnya, langit mendung di Bandung dan Jakarta semalam menghalangi pertunjukan istimewa itu.

Tapi, jangan khawatir, fenomena alam itu rutin menggelar "permainan cahaya" setiap tahun pada Desember. Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Bandung Thomas Djamaluddin menyatakan hujan meteor Geminid masih berlangsung hingga 17 Desember mendatang. Namun intensitas hujan meteornya makin berkurang setelah melewati masa puncak.

Peneliti utama Astronomi dan Astrofisika Lapan itu mengatakan hujan meteor tersebut berlangsung sejak 7 Desember lalu. Geminid berasal dari sebuah komet mati 3200 Phaeton. "Dulunya komet, lalu selubungnya habis, kini tinggal intinya," katanya.

Geminid terbentuk ketika inti komet yang tersusun dari es kotor yang tidak solid dan membawa banyak debu dan es antariksa itu terbakar ketika mengelilingi matahari. Karena garis orbitnya lonjong akibat gravitasi matahari, komet itu berpotongan dengan orbit Bumi. "Muatannya yang terlepas selama perjalanan masuk ke Bumi," kata Taufik.

Di angkasa, partikel itu hancur oleh gesekan atmosfer. Menjadi abu atau kerikil berukuran paling besar 2-3 sentimeter. "Tidak berbahaya bagi Bumi," katanya.

Selama setahun ini, kata Taufik, sebenarnya banyak terjadi hujan meteor di langit, tapi ada yang terlihat dan yang tidak, bergantung pada tingkat keterangan meteornya. Fenomena yang cukup terang, misalnya hujan meteor Orionid, Leonid, dan Geminid. "Hampir tiap satu bulan sekali ada hujan meteor," ujarnya.

Hujan meteor Geminid muncul dari arah rasi bintang Gemini. Letaknya dekat dengan bintang Orion, di sebelah kiri agak ke atas. Rasi bintang Orion mudah dikenali dari bentuknya, berupa tiga titik bintang sejajar miring, yang bisa ditarik garis lurus.

Hujan meteor itu, kata Taufik, bisa disaksikan mulai pukul 10.00. Saat itu letaknya berada di langit sebelah timur. Berlangsung hingga menjelang fajar, posisinya akan berubah ke sebelah barat. Tapi disarankan menyaksikan hujan meteor tersebut pada tengah malam. Saat itulah waktu terbaik karena posisinya tepat di atas kepala.

Untuk menyaksikan pertunjukan itu, orang tak memerlukan teleskop. Meski demikian, Djamaluddin memberi saran agar para pengamat mencari tempat yang jauh dari polusi cahaya kota dan permukiman padat agar dapat melihat hujan meteor secara optimal. Polusi cahaya membuat obyek-obyek di langit kurang jelas terlihat. "Cari tempat terbuka yang tidak berpolusi cahaya," ujarnya. "Tentunya ada satu syarat yang harus terpenuhi, langit malam cerah tak berawan."

Sejumlah astronom yakin intensitas Geminid kian meningkat setiap tahun, sebanyak 120-160 meteor per jam ketika "hujan" berlangsung. Bila kondisi cuaca cerah, orang bisa menyaksikan 100 bintang jatuh per jam, atau rata-rata hampir dua bintang jatuh tiap menit.

Ketika Geminid pertama kali muncul pada akhir abad ke-19, tak lama sebelum pecah perang sipil Amerika, hujan meteor itu hanya sedikit, sehingga tak mengundang banyak perhatian. Kini hujan meteor Geminid adalah salah satu fenomena alam yang ditunggu para pengamat bintang. "Geminid amat kuat dan terus bertambah besar," kata Bill Cooke dari Meteoroid Environment Office NASA.

Meningkatnya intensitas hujan meteor Geminid karena pengaruh medan gravitasi Jupiter terhadap sistem arus serpihan Phaethon, sehingga menyebabkan Geminid bergeser semakin mendekati orbit Bumi.

ANWAR SISWADI | TJANDRA DEWI | ASTRONOMY | AP | NASA

Berita terkait

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

44 hari lalu

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.

Baca Selengkapnya

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

27 November 2023

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Membuka Jalan untuk Gibran

26 September 2023

Membuka Jalan untuk Gibran

Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.

Baca Selengkapnya

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

21 September 2023

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

27 April 2023

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.

Baca Selengkapnya

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

17 Januari 2023

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.

Baca Selengkapnya

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

9 Desember 2022

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

30 November 2022

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.

Baca Selengkapnya

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

3 Agustus 2022

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.

Baca Selengkapnya