Hanya, selama ini, untuk mengubah energi matahari menjadi energi listrik, sel surya masih menggunakan silikon, yang harganya mahal. Atau menggunakan ruthenium (zat pewarna sintesis), yang tidak ramah lingkungan. "Kami melakukan penelitian, kira-kira zat pewarna dari tumbuhan apa yang bisa digunakan sel surya," kata Healtha.
Berbagai literatur dan informasi via Internet dibuka. Praktek lapangan juga dilaksanakan dengan meneliti berbagai daun, biji-bijian, dan buah-buahan. Setelah hampir putus asa, akhirnya mereka menemukan biji pada tanaman senduduk (Melastoma malabathricum). Biji ini mengandung banyak antosianin (zat warna merah-keunguan), yang bisa menggantikan fungsi silikon.
Untuk memanfaatkan antosianin pada senduduk, terlebih dulu daun ini harus melewati proses ekstraksi. Caranya, biji senduduk ditumbuk, lalu dicampur dengan asam asitat, metanol, dan akuades selama 24 jam.
Untuk memanfaatkan zat warna senduduk pada sel surya, dilakukanlah uji coba dengan menggunakan dua potongan kaca ukuran 3 x 4 sentimeter. Kaca pertama terlebih dulu dilapisi konduktif (TCO) dan titanium dioksida (TIO2). Kaca kedua dilapisi dengan karbon. Selanjutnya, kaca pertama direndam dalam zat warna dari ekstrak senduduk selama 30 menit. Setelah itu, permukaan kaca diolesi elektrolit.
Energi panas matahari (foton) akan mendorong elektron dari zat warna yang sudah terserap pada sel surya. Dengan demikian, terjadi perubahan dari energi matahari menjadi listrik.
Healtha dan Nabila menamakan temuannya dengan "Utilization of Anthocyanint Compound from Senduduk Plant as Sensitizers in Dye Sensitized Solar Cell". "Atau sel surya pewarna yang tersensitasi," kata Nabila.
Kelebihan temuan ini adalah pada pemanfaatan tanaman senduduk. Selama ini senduduk tidak memiliki nilai ekonomis, baik untuk sayuran maupun pakan ternak. Tanamannya juga mudah tumbuh. Berbeda dengan singkong. Meski bisa dijadikan bioetanol, pemanfaatannya bersinggungan dengan nilai ekonomisnya sebagai bahan makanan.
Meski demikian, menurut Healtha, hasil penelitian ini tidak cocok diterapkan untuk rumah tangga, melainkan untuk skala industri. Sebab, alat ini harus terkena sinar matahari langsung. Sedangkan untuk mendapatkan daya listrik yang besar, diperlukan medan kaca yang lebar.
Sebagai gambaran, dari uji coba dengan kaca seukuran 3 x 4 sentimeter, alat ini hanya mampu menghasilkan listrik sebesar 50 milivolt. Agar lebih optimal, energi listrik yang dihasilkan sebaiknya ditampung dalam sebuah alat penyimpan energi. Satu hal lagi, untuk menghasilkan ekstrak zat warna senduduk, dibutuhkan alat pemanas dengan suhu mencapai 450 derajat Celsius.
Hasil kajian kedua pelajar itu dianugerahi medali perak pada forum International Sustainable Energy Engineering and Environment Project Olympic di Houston, Texas, Amerika Serikat, pertengahan April lalu. Penelitian itu mengalahkan peserta dari 70 negara serta 40 negara bagian di Amerika. Selain medali, keduanya berhak atas uang pendidikan sebesar US$ 600.
"Bukan uang dan trofinya, dapat juara, kita sudah sangat senang," kata Healtha sambil nyengir. Meski berhasil menemukan teknologi baru untuk dunia energi, keduanya tak ingin menjadi ahli energi. Healtha ingin menjadi seperti ayahnya sebagai dokter, sedangkan Nabila ingin menjadi ahli farmasi.
Sohirin