Roket Antariksa Amatir Denmark Dibuat Dengan Biaya Rp 630 Juta

Reporter

Editor

Selasa, 7 September 2010 08:37 WIB

Roket HEAT-1X

TEMPO Interaktif, Kopenhagen - Bermodalkan dana hasil donasi dan sponsor, serta dikerjakan secara sukarela, sekelompok pembuat roket asal Denmark berhasil membuat sebuah roket berkapasitas satu orang yang dapat mengangkasa setinggi 30 kilometer ke suborbital bumi. Proyek tersebut akan membuka jalan bagi Denmark untuk menjadi negara keempat yang dapat mengirim astronautnya ke antariksa setelah Rusia, Amerika Serikat, dan Cina.

Roket suborbital baru yang diberi nama Hybrid Exo Atmospheric Transporter 1X atau HEAT-1X itu membawa kapsul antariksa Tycho Brahe. Dalam ruang kabin sempit pada kapsul itu, sang pilot harus mengambil posisi setengah berdiri dan setengah duduk.

Namun roket buatan Copenhagen Suborbitals itu gagal meluncur dalam uji coba pertama pada Ahad lalu karena mengalami masalah teknis pada sistem pembakaran booster roket. Awan asap cokelat tebal memenuhi landasan apung yang menjadi lokasi peluncuran, tapi roket itu tak juga beranjak. Katup utama oksigen cair, yang digunakan sebagai bahan bakar roket, macet, sehingga roket gagal terbang.

Setelah melakukan inspeksi, tim Copenhagen Suborbitals memutuskan melakukan peluncuran kedua, namun tidak menetapkan tanggal. Sebelumnya, uji coba peluncuran telah beberapa kali ditunda akibat cuaca buruk.

Di atas kertas, roket rancangan Peter Madsen dan Kristian von Bengston itu mampu mengangkut seorang penumpang melesat ke lapisan teratas atmosfer setinggi 30 kilometer, sebelum akhirnya jatuh kembali ke bumi. Namun, untuk beberapa penerbangan suborbital pertamanya kelak, roket itu hanya akan membawa boneka manusia untuk mempelajari terlebih dulu seberapa besar G force yang harus dihadapi manusia yang menumpang roket tersebut. Satu G setara dengan gravitasi standar bumi.

Advertising
Advertising

"Dengan posisi setengah duduk dan berdiri itu kita dapat bertahan sampai 3 G," kata Peter Madsen, salah satu pendiri Copenhagen Suborbitals. "Beban gaya gravitasi yang lebih tinggi mungkin dapat terjadi pada saat kapsul kembali memasuki atmosfer bumi. Namun kapsul ini diorientasikan dalam posisi ke satu sisi, sehingga astronaut memiliki toleransi gravitasi yang tinggi."

Ketika kapsul Tycho Brahe jatuh kembali ke bumi, tiga parasut utama dan sebuah parasut drogue, yang berfungsi untuk mengurangi kecepatan, akan mengembang. Kapsul akan tercebur di laut dan sebuah kapal bakal segera menarik kapsul itu. Radar pelacak serta GPS juga akan membantu tim di bumi untuk mengawasi roket selama peluncuran dan ketika kembali ke bumi.

Seluruh proses, mulai pembuatan kapsul, roket pendorong, dan panggung peluncuran di lepas pantai, dibiayai dari hasil sumbangan dan sponsor swasta sebesar US$ 70 ribu. Madsen juga mengerahkan Nautilus, kapal selam buatan sendiri dari proyek sebelumnya, untuk menarik panggung apung itu ke lokasi peluncuran di Laut Baltik, dekat Kopenhagen, Denmark.

Ide gila untuk membuat perusahaan roket antariksa swasta dengan biaya kurang dari Rp 1 miliar itu muncul ketika Madsen bertemu dengan Kristian von Bengtson, insinyur antariksa yang pernah bekerja dengan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dalam program bulan dan Mars. Pada 2004, mereka membentuk sebuah kelompok kecil yang beranggotakan 19 anggota tim pendukung. "Kami memperoleh banyak dukungan, dan memiliki akses ke sejumlah pakar yang sangat mahal seandainya kami merupakan perusahaan komersial," kata Madsen. "Sejujurnya, saya tak yakin kami sanggup menjadi komersial."

Dengan proyek tersebut, Madsen dan Von Bengtson berencana menunjukkan bahwa finansial yang terbatas bukan berarti seseorang tak dapat mengirimkan roket ke antariksa. "Hak istimewa itu tidak berlaku untuk negara-negara kaya saja," kata mereka.

Inspirasi membuat kapsul Tycho Brahe berasal dari kapsul antariksa NASA pada program Mercury, Gemini, dan Apollo. Namun Von Bengtson memoles kembali desain keseluruhan kapsul untuk menyederhanakannya.

Tim Copenhagen Suborbitals menggunakan oksigen cair sebagai bahan pengoksidasi propelan, dan polyurethane sebagai propelan bahan bakar roket. Kombinasi itu membuat booster HEAT-1X sanggup menciptakan daya dorong hingga 9.000 pound (40 kN) setelah pembakaran selama 60 detik.

Dalam uji coba pada Ahad lalu itu, tim Copenhagen Suborbitals sebenarnya juga akan mengetes konsep peluncuran di lepas pantai, kemampuan aerodinamis kecepatan tinggi roket tersebut, performa mesin, serta skenario penyelamatan. Telemetri nirkabel juga memberi perkembangan pada booster secara real time selama pembakaran.

TJANDRA DEWI | AP | SPACE | COPENHAGENSUBORBITALS

Berita terkait

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

43 hari lalu

Observatorium Bosscha Tutup Kunjungan Publik Selama Bulan Puasa

Minat pengunjung ke Observatorium Bosscha tergolong tinggi sejak kunjungan publik mulai dibuka kembali setelah masa pandemi.

Baca Selengkapnya

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

27 November 2023

Raih Nurtanio Award 2023, Harijono Djojodihardjo: Ini Bisa Memacu Generasi Muda

Harijono Djojodihardjo, ahli penerbangan dan antariksa meraih anugerah Nurtanio Award 2023 dari BRIN.

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

26 November 2023

BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo

BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.

Baca Selengkapnya

Membuka Jalan untuk Gibran

26 September 2023

Membuka Jalan untuk Gibran

Peluang Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden menguat.

Baca Selengkapnya

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

21 September 2023

Kepala BRIN: Teknologi Antariksa Akan Menjadi Kunci Masa Depan

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

27 April 2023

Misi Explorer 11 Diluncurkan NASA pada 27 April 1961, Apa Itu?

Misi Explorer 11 NASA bertujuan mempelajari sinar gamma di luar angkasa.

Baca Selengkapnya

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

17 Januari 2023

Sejarah Tragedi Meledaknya Pesawat Ulang-alik Columbia

Pada 1 Februari 2003, pesawat ulang-alik Columbia meledak saat memasuki atmosfer di atas Texas dan menewaskan ketujuh awak di dalamnya.

Baca Selengkapnya

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

9 Desember 2022

AS: China Ancaman Utama dalam Pertahanan Luar Angkasa

China sedang membangun kemampuan yang menempatkan sebagian besar aset luar angkasa Amerika Serikat dalam risiko

Baca Selengkapnya

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

30 November 2022

BRIN Berikan Penghargaan Nurtanio kepada Pakar Pengindraan Orbita Roswitiarti

Orbita merupakan peneliti ahli utama di bidang kepakaran, teknologi, dan aplikasi pengindraan jauh pada Pusat Riset Pengindraan Jauh BRIN.

Baca Selengkapnya

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

3 Agustus 2022

Peristiwa Astronomi Agustus, Ada Gugus Bola M2 dan M15

Observatorium Bosscha membagikan berbagai fenomena antariksa yang terjadi di bulan Agustus.

Baca Selengkapnya