Konferensi Cancun Belum Menolong Krisis Iklim

Reporter

Editor

Sabtu, 18 Desember 2010 09:54 WIB

Aktivis Oxfam unjuk rasa di Cancun, Mexico ketika berlangsung Konferensi PBB tentang Iklim, 29 November sampai 11 Desember 2010.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Patricia Espinosa, yang memimpin sidang Konferensi Para Pihak PBB untuk Perubahan Iklim ke-16 atau "The Sixteenth Conference of Party (COP)", memotong omongan juru runding Bolivia, yang terus meminta agar kesepakatan dicapai melalui konsensus. "Peraturan dari konsensus tidak berarti kebulatan suara, dan bahkan kemungkinan kecil bahwa sebuah perwakilan mengharapkan penentuan hak veto pada rencana yang telah dicapai dengan kerja keras," kata Patricia, Presiden Konferensi Iklim, yang berlangsung di Cancun, Meksiko, Sabtu (11/12) dinihari lalu waktu setempat.

Pablo Solon, Duta Besar Bolivia untuk PBB, tetap bertahan dengan menyebutkan bahwa kesepakatan yang tak menghormati konsensus adalah bentuk pelanggaran aturan multilateral. Kesepakatan Cancun ini, katanya, tidak akan menghentikan kenaikan suhu 4 derajat Celsius, dan kita tahu 4 derajat Celsius berarti tidak ada kehidupan yang berkelanjutan.

Namun, setelah lobi dilakukan sejumlah negara, sikap Bolivia melunak, meskipun tetap menolak. Patricia, yang menjabat Menteri Luar Negeri Meksiko, langsung mengesahkan hasil konferensi berupa Cancun Agreements atau Kesepakatan Cancun yang berlagsung 29 November sampai 11 Desember 2010. Menurut dia, kesepakatan ini merupakan sebuah awal yang baik untuk masa depan yang lebih ramah lingkungan. Ini bukan akhir yang dibutuhkan, katanya, melainkan sebuah landasan penting untuk membangun ambisi bersama yang lebih besar.

Kompromi yang tercapai di Cancun menegaskan bahwa negara-negara maju harus mengurangi emisi mereka sebesar 25-40 persen di bawah level 1990 pada 2020. Hal ini bertujuan mencapai target suhu bumi yang berkisar 1,5-2 derajat Celsius. Namun dokumen itu tidak menjelaskan bagaimana cara mencapai target tersebut. Hal ini membuka pertanyaan, apakah sejumlah langkah, termasuk pengurangan emisi, akan mengikat secara hukum atau tidak.

Dalam aspek mitigasi, Cancun Agreements menyepakati pembentukan dana untuk membantu negara miskin mengembangkan teknologi karbon emisi rendah. Konferensi menyoroti penggundulan yang menyebabkan kerusakan 13 juta hektare hutan di dunia setiap tahun. Kerusakan hutan menyebabkan 20 persen emisi gas rumah kaca.

Karena itu, Indonesia, Brasil, dan Kongo, yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, akan mendapatkan bantuan dari program PBB guna mengurangi emisi di negara berkembang. Program ini bertajuk REDD atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries.

Kesepakatan lain menyangkut Dana Lingkungan Hijau atau Green Climate Fund. Dana ini dimaksudkan untuk menggalang dan mendistribusikan US$ 100 miliar per tahun pada 2020 untuk melindungi negara miskin dari dampak perubahan iklim dan membantu pengembangan karbon emisi rendah.

Sekretaris Eksekutif Badan PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Christiana Figueres mengatakan Kesepakatan Cancun menunjukkan bahwa negara-negara bisa bekerja bersama untuk menghasilkan suatu konsensus. "Hal itu menunjukkan sinyal kuat bahwa mereka sepakat menuju masa depan yang rendah emisi dan setuju aksi penurunan emisi mereka bisa dihitung dan dipertanggungjawabkan," katanya.

Beragam komentar muncul dari kelompok lingkungan hidup internasional. "Cancun telah menyelamatkan proses, tapi belum menolong krisis iklim," kata Direktur Kebijakan Iklim Internasional Greenpeace Wendel Trio. Menurut dia, PBB gagal menjalani proses, namun Cancun menunjukkan adanya kerja sama antarpemerintah yang telah bergerak maju untuk mencapai kesepakatan global.

Friends of the Earth International mengatakan Kesepakatan Cancun merupakan, "Sebuah tamparan di wajah mereka yang sudah menderita dari perubahan iklim." Maklum, kenaikan suhu bumi dapat mencapai 5 derajat Celsius. Hal ini terjadi, kata Direktur Friends of Earth International Nnimmo Bass, karena kurangnya ambisi dan kemauan politik sekelompok kecil negara, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang.

Direktur Oxfam Jeremy Hobbs menjelaskan, semua pihak perlu membangun kemajuan dari Konferensi Iklim Cancun yang dimulai pada 29 November lalu. Sebab, ujarnya, pendanaan jangka panjang harus dijamin aman untuk membantu negara-negara yang rentan guna melindungi diri mereka sendiri.

UNTUNG WIDYANTO | THE GUARDIAN | BBC

Berita terkait

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

2 hari lalu

Suhu Panas, BMKG: Suhu Udara Bulan Maret 2024 Hampir 1 Derajat di Atas Rata-rata

Suhu panas yang dirasakan belakangan ini menegaskan tren kenaikan suhu udara yang telah terjadi di Indonesia. Begini data dari BMKG

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

4 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

5 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

6 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

6 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

14 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

17 hari lalu

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

17 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

18 hari lalu

5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab

Baca Selengkapnya

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

23 hari lalu

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.

Baca Selengkapnya