Merkuri Ancaman Serius bagi Manusia  

Reporter

Editor

Jumat, 23 Desember 2011 16:44 WIB

Merkuri. scientificamerican.com

TEMPO.CO , Jakarta -Polusi udara oleh merkuri menjadi persoalan serius yang memiliki dampak jangka panjang. Merkuri adalah unsur dasar yang dijumpai secara alami dalam kerak bumi. Merkuri juga terkandung dalam batu bara, yang biasa digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik di negara-negara maju dan berkembang.

Pembangkit listrik berbahan bakar batu bara selama ini menjadi biang keladi atas lebih dari 40 persen jumlah emisi merkuri pada manusia. Demikian data yang dilansir Environmental Protection Agency (EPA), lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat.

"Sekali mencemari udara, merkuri dapat mengkontaminasi pasokan air dan meracuni menusia dan binatang," demikian isi laporan EPA.

Ketika dilepaskan ke udara, merkuri dapat turun dan mengendap dalam tubuh air dan di tanah. Merkuri yang terikat dalam air dapat diubah oleh bakteri menjadi metil merkuri, salah satu bentuk merkuri yang beracun. Sekali air terkontaminasi merkuri, manusia dan binatang berpotensi tercemar metil merkuri.

Masih menurut laporan EPA, senyawa metil merkuri mudah terakumulasi dan tersimpan dalam tubuh ikan dan kerang yang hidup di perairan tercemar. Tapi senyawa beracun itu tidak gampang hilang dari tubuh.

Sesuai rantai makanan, metil merkuri juga akan berpindah dan tersimpan ke tubuh makhluk hidup lain yang memangsa ikan atau kerang yang terkontaminasi. Seberapa banyak kadar metil merkuri yang tersimpan ke dalam tubuh, itu tergantung jenis dan berapa banyak ikan atau kerang yang dimakan.

Kontaminasi metil merkuri akan terus berlanjut ke makhluk hidup lain yang memangsa pemangsa ikan atau kerang, sesuai urutan rantai makanan.

Pada binatang, merkuri dalam kadar tinggi dapat menyebabkan gangguan kesuburan, mengambat pertumbuhan dan perkembangan, memicu perilaku abnormal, hingga kematian.

Bagaimana dengan manusia? Kondisi manusia tidak lebih baik jika sama-sama tercemari merkuri. Bahkan, manusia dapat terpapar metil merkuri dalam kadar tinggi ketika sering mengkonsumsi binatang yang terkontaminasi metil merkuri, terutama ikan.

EPA memperingatkan bahwa tingkat merkuri yang tinggi dapat membahayakan otak, jantung, ginjal, paru-paru dan sistem kekebalan tubuh manusia. Kadar metil merkuri yang tinggi dalam darah janin dan anak-anak dapat membahayakan sistem saraf dan mengganggu aktifitas otak dan kemampuan belajar.

Ikan hiu, todak, dan makarel biasanya mengandung merkuri dalam kadar tinggi. Sebab, ikan-ikan tersebut memiliki umur relatif panjang dibandingkan ikan jenis lain yang dikonsumsi manusia, sehingga potensi merkuri terkumpul dan tersimpan dalam tubuh ikan menjadi lebih besar.

Atas temuan tersebut, EPA merekomendasikan kepada perempuan yang mempertimbangkan kehamilan, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak untuk menghindari mengkonsumsi jenis-jenis ikan tersebut.

EPA | MAHARDIKA SATRIA HADI

Berita terkait

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

1 hari lalu

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

Pada Sabtu pagi pukul 07.02 WIB Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 122 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

6 hari lalu

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

Temuan lainnya adalah keturunan hibrida dari serangga yang salah pilih pasangan karena polusi udara itu kerap kali steril.

Baca Selengkapnya

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

29 hari lalu

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.

Baca Selengkapnya

Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

44 hari lalu

Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

Startup BiruLangit dari unit inkubasi Bandung Technopark Telkom University mengembangkan alat pemantau udara Low-Cost Sensors (LCS)

Baca Selengkapnya

Mikroplastik di Dalam Darah Berkorelasi dengan Peningkatan Serangan Jantung

46 hari lalu

Mikroplastik di Dalam Darah Berkorelasi dengan Peningkatan Serangan Jantung

Studi atas tumpukan plak di pembuluh darah pasien rumah sakit di Italia mendapati kandungan mikroplastik yang sangat jelas di bawah mikroskop.

Baca Selengkapnya

Kurangi Polusi Udara Sekaligus Kemacetan, BISKITA Kemenhub Hadir di Bekasi

47 hari lalu

Kurangi Polusi Udara Sekaligus Kemacetan, BISKITA Kemenhub Hadir di Bekasi

Kementerian Perhubungan secara bertahap sejak 2020 meluncurkan angkutan massal dengan sistem Buy the Service (BTS). Kurangi polusi udara dan kemacetan

Baca Selengkapnya

Kualitas Udara Jakarta Masuk Urutan 10 Terburuk di Dunia pada Awal Libur Panjang Nyepi

48 hari lalu

Kualitas Udara Jakarta Masuk Urutan 10 Terburuk di Dunia pada Awal Libur Panjang Nyepi

Udara Jakarta memburuk menjelang libur panjang akhir pekan. Merujuk data IQAir, kualitas udara Jakarta terburuk ke-10 dari kota besar di dunia.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Membuat Bingung Serangga

20 Februari 2024

Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Membuat Bingung Serangga

Polusi udara telah mendegradasi senyawa kimia di balik aroma memikat bunga-bunga. Simak hasil studi tim peneliti di Amerika Serikat ini.

Baca Selengkapnya

Bangkok Polusi Udara Parah, Pegawai Diminta Kerja dari Rumah

15 Februari 2024

Bangkok Polusi Udara Parah, Pegawai Diminta Kerja dari Rumah

Polusi udara parah melanda Bangkok, ibu kota Thailand. Pegawai pun diminta kerja dari rumah.

Baca Selengkapnya

Survei Sebut Mayoritas Warga Jakarta Setuju Tilang Uji Emisi Diberlakukan

4 Februari 2024

Survei Sebut Mayoritas Warga Jakarta Setuju Tilang Uji Emisi Diberlakukan

Survei yang dilakukan Populix mengungkapkan bahwa mayoritas warga Jakarta setuju jika sanksi tilang uji emisi diberlakukan.

Baca Selengkapnya