TEMPO.CO , Malang :Indonesia menjadi surga bagi peneliti capung dunia. Sejumlah peneliti asal Belanda, Norwegia, Inggris dan Australia meneliti keragaman jenis capung. "Mereka meneliti di Kalimantan, Sulawesi dan Papua," kata Pengurus Indonesia Dragonfly Society (IDS), Tabitha Makitan, Senin 19 Agustus 2013.
Kalimantan, Sulawesi dan Papua menarik peneliti karena memiliki ragam dan jenis capung yang melimpah. Tak hanya meneliti, mereka juga menerbitkan sejumlah buku identifikasi capung di Indonesia. Hasil penelitiannya juga disiarkan di jurnal ilmiah dunia. Kawasan Indo-Malay menyimpan 60 ragam capung dunia.
"Buku identifikasi capung Papua, Kalimantan dan Sulawesi ditulis peneliti asing," katanya. Sedangkan, tak ada peneliti Indonesia yang mempublikasikan hasil penelitiannya. Sehingga para pecinta dan pegiat dunia capung kesulitan menemukan referensi ilmiah yang menjadi acuan.
Sampai saat ini hanya dua buku yang membahas tentang capung, yitu "Mengenal Capung" karya Shanti Susanti terbitan LIPI tahun 1998, dan kumpulan esai berjudul "Capung Teman Kita" diterbitkan Pelestarian Pusaka Indonesia 2011. Untuk mengisi kekurangan karya ilmiah capung di Indonesia, IDS menerbitkan buku identifikasi capung berjudul "Naga Terbang Wendit".
Buku ini merupakan hasil penelitian selama dua tahun di kawasan perairan sumber Wendit Kecamatan, Pakis, Kabupaten Malang. IDS menemukan sebanyak 31 jenis capung, tiga diantaranya merupakan capung endemik Jawa. Buku setebal 164 halaman berwarna dilengkapi foto capung dan dicetak 2 ribu eksempar.
"Peneliti capung dari Inggris, Norwegia dan Belanda akan membantu identifikasi capung di Jawa," kata Dewan Komite IDS, Magdalena Putri. Para peneliti capung dunia mengapresiasi keseriusan IDS untuk meneliti dan mengidentifikasi capung Jawa. Mereka juga memberikan berbagai referensi untuk memudahkan penelitian.
Dukungan penelitian itu disampaikan peneliti capung dalam kongres capung sedunia (International Congres of Odontology) di Jerman Juni lalu. Sebanyak 30 negara dari seluruh belahan dunia menghadiri kongres tersebut. Dalam kongres, IDS mempresentasikan Capungsambar Putih (zyxomma obtusum).
Capung ini dianggap unik dan langka karena sulit ditemukan. Berbeda dengan jenis capung lain, Capungsambar putih terbang sangat cepat dan jarang hinggap di dedaunan. Bahkan, hanya muncul dua jam saja ketika hari menjelang gelap. Muncul mulai pukul 16.00 WIB-18.00 WIB.
EKO WIDIANTO
Berita Terpopuler:
Lulung: Saya Meludah Saja Jadi Duit
Gerak-gerik Rudi Sudah Diawasi Sejak Mei
Membandel, Tujuh PKL Tanah Abang Kena Sanksi
Jokowi Dandan Warok Ponorogo Demi Bambang DH
Pemilik Sepeda Motor Penembak Polisi Ditangkap
Berita terkait
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
45 hari lalu
BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaDua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?
26 September 2023
Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.
Baca SelengkapnyaRektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang
20 Juli 2023
Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.
Baca Selengkapnya2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi
14 Juli 2023
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.
Baca SelengkapnyaBagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad
14 April 2023
Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia
6 April 2023
Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.
Baca SelengkapnyaRancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah
26 Maret 2023
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat
22 Maret 2023
Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.
Baca SelengkapnyaPsikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik
17 Januari 2023
Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.
Baca SelengkapnyaTips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu
13 September 2022
Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.
Baca Selengkapnya