TEMPO.CO, Washington - Wilayah Tibet berada di ketinggian dengan kadar oksigen rendah. Namun orang Tibet sanggup tinggal di sana. Sebuah penelitian menyebut orang Tibet mampu tinggal di daerah dengan kondisi ekstrem itu karena memiliki varian gen langka yang diwarisi dari manusia purba yang telah punah.
Studi yang dimuat di jurnal Nature, 2 Juli 2014, menyatakan orang Tibet punya gen istimewa yang berperan dalam proses pengangkutan oksigen dalam darah. Gen ini diduga warisan dari kelompok manusia misterius yang melakukan perkawinan dengan ras manusia modern sekitar 10 ribu tahun lalu.
"Pertukaran gen melalui perkawinan dengan spesies yang sudah punah menjadi hal penting dalam evolusi manusia," kata Rasmus Nielsen, profesor biologi dari University of California dan University of Copenhagen yang ikut melakukan studi tersebut.
Gen langka yang dikenal sebagai EPAS1 membuat orang Tibet bisa beradaptasi dengan kondisi rendah oksigen pada ketinggian 4.500 meter di atas permukaan laut seperti di daerah barat daya Cina. Sedangkan orang yang tidak punya varian gen itu akan kesulitan tinggal di sana. Mereka bisa mengalami penggumpalan darah yang memicu tekanan darah tinggi, kesulitan bernapas, serangan jantung, stroke, bayi lahir dengan berat badan di bawah normal, dan tingginya tingkat kematian bayi.
Manusia punya gen yang mengatur produksi hemoglobin--protein dalam darah yang mengangkut oksigen. Gen ini aktif ketika kadar oksigen dalam darah anjlok, sehingga mereka akan memproduksi lebih banyak hemoglobin.
Pada ketinggian di atas 4.000 meter, gen manusia biasa akan meningkatkan produksi hemoglobin dan sel darah merah sehingga menyebabkan efek samping berbahaya. Namun, untuk varian gen langka yang dimiliki orang Tibet, peningkatan produksi hemoglobin dan sel darah merah lebih sedikit, sehingga mereka terhindar dari bahaya.
Varian gen EPAS1 itu nyaris mirip dengan yang ditemukan pada Denisovan--kelompok manusia yang memiliki relasi dengan manusia purba Neanderthal. Denisovan yang juga sudah punah itu dikenali dari sisa tulang dan gigi di dalam gua di daerah Siberia. Hasil uji DNA terhadap tulang berusia 41 ribu tahun itu adalah Denisovan berbeda dengan spesies Neanderthal dan manusia modern saat ini.
Peneliti melakukan studi genetik pada 40 orang Tibet dan 40 orang Han asal Cina. Analisis statistik menunjukkan varian gen tersebut hampir dipastikan berasal dari Denisovan. Studi genetika menunjukkan hampir 90 persen orang Tibet punya gen istimewa itu. Sebagian kecil warga Han dari Cina yang punya leluhur orang Tibet juga memiliki gen serupa. Gen langka itu tidak terdeteksi pada orang lain.
REUTERS | BBC | GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Berita terkait
BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo
26 November 2023
BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.
Baca SelengkapnyaJokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti
19 Agustus 2023
Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik
Baca SelengkapnyaJokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045
15 Juni 2023
Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.
Baca SelengkapnyaMemahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya
10 Desember 2022
Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.
Baca SelengkapnyaDi Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis
3 Desember 2022
Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Baca SelengkapnyaSiti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya
25 November 2022
MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.
Baca SelengkapnyaBRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan
10 November 2022
Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.
Baca SelengkapnyaPresiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek
4 November 2022
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.
Baca SelengkapnyaPemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional
20 April 2022
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.
Baca SelengkapnyaPraktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
20 April 2022
Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
Baca Selengkapnya