Gerhana Bulan Merah Darah Tak Tampak di Jakarta
Editor
Nurdin Saleh TNR
Rabu, 8 Oktober 2014 20:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Langit di atas gedung Planetarium dan Observatorium Jakarta di Cikini, Jakarta Pusat, telah menjadi gelap seluruhnya pada pukul 19.34 WIB. Gerhana bulan yang dikabarkan dapat dilihat dengan mata telanjang di seluruh bagian Indonesia tak terlihat di Ibu Kota.
"Sejak sore tadi langit sudah tertutup awan," ujar Ronny Syamara, salah seorang pegawai Planetarium, kepada Tempo, Rabu sore, 8 Oktober 2014. (Baca: Petang ini Gerhana Total, Warna Bulan Merah Darah)
Menurut cita satelit Sadewa milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, memang awan tebal terlihat mengerubungi daerah Banten, Jawa Barat, dan Jakarta sejak pukul 17.50 WIB. Padahal, jika dilihat dengan mata telanjang, langit menampakkan warna merah akibat pembiasan sinar matahari di ufuk barat.
Awan tetap tak mau berpindah dari langit Jakarta sampai pukul 18.25 WIB, atau bertepatan dengan berakhirnya waktu gerhana bulan total. Saat itu, menurut Ronny, posisi bulan sudah berada di ketinggian 9 derajat. Posisi itu pas untuk melihat bulan jika langit tak tertutup awan.
Jadi, alih-alih melihat gerhana bulan total, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya segerombolan awan. Bahkan, mereka seolah-olah sepakat menyembunyikan bulan dari intipan teropong VIXEN ED115, yang digunakan untuk mengamati sekaligus memotret gerhana.
Jarak pantau teropong ini, menurut Ronny, mencapai titik tak terhingga. "Untuk memantau bulan sekalipun," ujarnya. Namun sangat disayangkan, teropong tersebut tak dapat menembus tebalnya awan.
Sementara di Jakarta tertutup awan, citra langit Sadewa menunjukkan langit Makassar yang terang benderang pada pukul 18.05 WIB atau 19.05 Wita. Waktu tersebut bertepatan dengan kondisi gerhana total dan bulan berada pada ketinggian 1 derajat. "Bulannya pasti terlihat merah," kata ahli astronomi Planetarium, Cecep Nurwendaya.(Baca: Di Kupang, Gerhana Bulan Bikin Anak-anak Takut)
Cecep mengatakan, saat terjadi gerhana total, bulan akan terlihat memerah. Musababnya, bulan mendapatkan pembiasan cahaya dari atmosfer bumi yang berasal dari matahari.
Warna merah yang sama juga ditampakkan bulan dari pengamatan di Griffith Observatory California, Amerika Serikat. Bedanya, saat bulan mengalami gerhana, waktu telah menjelang pagi, atau sekitar pukul 04.05 waktu setempat.
Meski gerhana tak tampak di langit Jakarta, ada fenomena kosmik yang sangat langka terjadi bersamaan. Yakni, posisi bulan sejajar dengan matahari. Fenomena ini disebut selenelion.
Fenomena ini terjadi karena matahari dan bulan berada persis pada sudut 180 derajat. Dalam posisi yang setara ini (dalam dunia astronomi disebut syzygy), memang observasi sulit dilakukan. Namun, berkat atmosfer bumi, gambar matahari dan bulan akan tampak di langit melalui pembiasan atmosfer.
“Pembiasan tersebut memungkinkan orang di bumi untuk melihat gerhana bulan dan matahari secara bersamaan selama beberapa menit,” ujar Kepala Pusat Penelitian Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Clara Yatini, saat dihubungi, kemarin.
AMRI MAHBUB
Terpopuler:
Koalisi Jokowi Sukses Rayu DPD, Siapa Dalangnya?
Zulkifli Hasan, Ketua MPR Periode 2014-2019
Koalisi Prabowo Siap Ajukan Veto untuk 100 Posisi
Pacar Mayang Ternyata Juga Pekerja Seks