Ini Penyebab Papua Barat Kaya dengan Fauna Unik
Editor
Gabriel Wahyu Titiyoga
Jumat, 28 November 2014 18:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Keunikan fauna di wilayah Papua Barat dipengaruhi oleh aktivitas geologis yang terjadi 10 juta tahun silam. Pergerakan lempeng benua menyebabkan munculnya wilayah daratan baru dari dasar laut di sekitar pulau yang menyerupai burung itu. Salah satu daratan yang muncul akibat aktivitas geologis purba itu adalah bagian "leher" yang menghubungkan "kepala" dan "tubuh" pulau Papua. Lapisan baru yang terangkat itu menjadi jembatan dan rumah baru spesies daratan Papua.
Laurent Pouyaud, peneliti dari Institute of Research for Development (IRD), Prancis, mengatakan bagian "leher burung" pulau Papua itu adalah daratan yang naik dari dasar laut akibat aktivitas geologis. "Wilayah itu adalah sedimen yang terbentuk karena tabrakan antara lempeng Australia dan Pasifik," kata Pouyaud seusai pemaparan hasil ekspedisi Lengguru di gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jumat, 28 November 2014.
Tim ekspedisi Lengguru beranggotakan lebih dari 50 peneliti gabungan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Institute of Research for Development (IRD) Prancis, Akademi Perikanan Sorong, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kaimana, Universitas Negeri Papua, Universitas Cendrawasih, dan Universitas Musamus. Mereka menjelajah wilayah Pegunungan Lengguru dan perairan Kaimana untuk membuat data biodiversitas. Hingga saat ini belum ada data zoologi dan botani di wilayah tersebut. (Baca: Lengguru, Ekspedisi Ilmiah Terbesar Indonesia)
Pouyaud mengatakan pergerakan dan tumbukan lempeng Australia dan Pasifik membuat lapisan batuan di dalam laut Papua naik dan menjadi daratan baru. Lapisan baru itu bergerak sejauh 5-10 sentimeter per tahun. "Keliatannya sedikit ya, tapi bayangkan itu terjadi selama jutaan tahun dan akhirnya membentuk jembatan yang menghubungkan wilayah kepala dan tubuh Pulau Papua," kata dia.
Lapisan baru itu sebagian besar terdiri dari batuan karst. Selain bergerak naik akibat pergeseran lempeng benua, lapisan itu juga dikikis dan dibentuk oleh cuaca, air, dan temperatur. "Saat ini lapisan karst itu ada hingga kedalaman lebih dari 2.000 meter," kata dia. Pouyaud mengatakan banyak spesies yang awalnya menghuni lapisan karst di bawah laut akhirnya beradaptasi ketika tempat tinggal mereka menjadi daratan. "Banyak juga spesies yang diduga menyeberang dari bagian kepala ke tubuh Pulau Papua atau sebaliknya," katanya.
Selanjutnya: Contoh spesies yang terpengaruh aktivitas geologis
<!--more-->
Ikan pelangi, menurut Pouyaud, adalah satu dari spesies yang terpengaruh aktivitas geologis. Menurut Pouyaud, habitat ikan itu awalnya di laut. Pergeseran lempeng yang memicu munculnya daratan baru diduga ikut membawa ikan-ikan tersebut. Kini ada ikan pelangi yang ditemukan hidup di perairan air tawar di beberapa wilayah daratan Papua. Tidak ada akses dari laut ke habitat mereka saat ini. "Mereka tidak mungkin terbang atau berjalan ke sana karena lingkungannya terisolasi, jadi kemungkinan ikan itu ikut terbawa ketika lapisan naik dan mereka beradaptasi," kata pakar ikan air tawar itu.
Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Ucu Yanu Arbi mengatakan perairan Papua, terutama di Kaimana, memiliki spesies ikan dan flora laut yang unik. Spesies yang umum dijumpai di wilayah perairan Indonesia lain ternyata jarang ada di Papua. "Kima atau kerang besar yang umum dijumpai di perairan Indonesia ternyata di Papua cuma kami jumpai 10 individu," kata dia.
Ucu mengatakan perairan di Kaimana seperti ekosistem yang tertutup. Spesies di sana, menurut Ucu, sangat spesifik dan endemik. Kondisi Lengguru dan Kaimana yang didominasi karst juga dinilai mempengaruhi spesies yang ada. "Di ekspedisi ini kami baru mendapat awal yang akan diperiksa lagi nanti," kata dia. (Baca juga: Lagi, Ikan Purba Tertangkap di Perairan Sulawesi)
GABRIEL WAHYU TITIYOGA
Terpopuler:
Android Lollipop Hadir di LG G3
Rovio Tertarik Bikin Angry Birds Indonesia
59 Persen Pengguna Internet Akses Via Smartphone
Olimpiade Pertamina Diharapkan Dorong Daya Saing
Lembaga Keagamaan Bangun Aliansi Konservasi Alam