Benda Kosmik Pengancam Bumi Kini Dapat Dideteksi
Editor
Mahardika Satria hadi
Selasa, 23 Desember 2014 16:10 WIB
TEMPO.CO, San Fransisco - Batuan angkasa yang meluncur ke bumi kini dapat dideteksi melalui perubahan aliran plasma dan partikel angin surya. Eksperimen ini ditemukan oleh ilmuwan dari University of California, Los Angeles. "Temuan ini dapat mengidentifikasi objek yang ada di dekat bumi," kata Hanying Wei, dalam pemaparannya di pertemuan tahunan American Geophysical Union.
Seperti dikutip dari Livescience, Selasa, 23 Desember 2014, batuan ruang angkasa yang berukuran lebih kecil justru lebih berpotensi membahayakan planet-planet dalam tata surya. Terlebih, kata Wei, jika mereka terbang menuju bumi. "Anda tidak akan pernah melihatnya melalui teleskop."
Bebatuan ruang angkasa dan debu kosmik sering meninggalkan jejak yang besar dekat bumi. Bahkan, asteroid utama—tak pernah datang sangat dekat dengan bumi—tertarik karena gravitasi. Bebatuan kecil memang tak begitu berdampak bagi bumi. (Lihat: Foto Pembentukan Planet Baru Terekam Teleskop)
"Tapi 'adonan ruang angkasa' tersebut dapat merusak dalam jangka waktu tertentu," ujar anggota penelitian, Hairong Lai, fisikawan dari UCLA. Dampak batuan antariksa pada 2013 di Rusia, misalnya. Meteor Chelyabinsk melukai 500 orang dan menyebabkan kerusakan properti yang signifikan.
<!--more!>
Pada 2007, meteor seluas 15 meter juga meledak di dekat Carancas, Peru. Meledaknya meteor ini menyebabkan warga sekitar keracunan arsenik ketika permukaan panas meteorit menguap dan mencemari pasokan air bawah tanah.
Para ilmuwan mengidentifikasi bebatuan semacam itu hanya berjumlah satu persen dalam tata surya. "Lebar objek berukuran kurang dari puluhan meter," kata Lai. (Baca: Jepang Luncurkan Pemburu Asteroid)
Keberadaan objek asing ruang angkasa tersebut kini dapat dideteksi saat meteorit bertabrakan secara acak dengan debu kosmik. Tabrakan ini dapat mengidentifikasi asteroid lain dalam jumlah besar yang membuntuti bumi.
Foton ping, permukaan partikel debu halus, mengetuk elektron dan meninggalkan debu bermuatan positif. Akibatnya, aliran memuntahkan partikel angin matahari, yang lalu berinteraksi dengan debu dan menciptakan lonjakan medan magnet. Beberapa pesawat ruang angkasa dalam tata surya memiliki magnetometer yang dapat mendeteksi lonjakan magnet ini.
<!--more!>
Menggunakan data dari pesawat antariksa itu dan skala dari penangkap magnet, para ilmuwan bisa menghitung ukuran dan bentuk awan-awan kosmik yang mendekati bumi. Dengan menghitung asteroid ini, para peneliti pun dapat menghitung perubahan puing-puing kosmik dari waktu ke waktu.
Tim telah mengungkap Asteroid 138175 telah mengelilingi matahari sekitar 368 hari. Asteroid ini, menurut para ilmuwan, mengandung puluhan ribu benda kecil mematikan bagi bumi di orbitnya. Sebaliknya, Asteroid 308635 yang telah mengelilingi matahari selama 455 hari tak membawa puing-puing berbatu di belakangnya.
Metode baru ini diklaim dapat membantu para ilmuwan untuk menentukan besarnya tenaga puing-puing tersebut yang dapat membahayakan bumi. Hanya, memang masih ada beberapa keterbatasan. "Peneliti baru bisa mengidentifikasi objek di hilir matahari," kata Lai.
Para ilmuwan juga tak begitu yakin berapa lama lagi tabrakan akan berlangsung. Karena, menurut Lai, awan debu bisa saja mempercepat laju mereka sehingga tak meninggalkan jejak dalam medan magnet.
LIVESCIENCE | AMRI MAHBUB
Berita Terpopuler:
Jokowi Janjikan Eva Bande Bebas di Hari Ibu
4 Rencana Menteri Susi yang Berantakan
Dapat Grasi dari Jokowi, Eva Bande: Ini Keajaiban