Ilmuwan ITB Ini Bikin Batu Bara Cair, Lebih Ramah Lingkungan  

Reporter

Senin, 18 Januari 2016 10:39 WIB

Jackie Ratliff, menunjukan batu bara yang dihasilkannya di tambang batu bara Welch, 6 Oktober 2015. AP/David Goldman

TEMPO.CO, Bandung - Gambar jaring laba-laba dan sekumpulan jentik nyamuk berwarna hitam-putih itu tampak seperti Autumn Rhythm, lukisan abstrak karya Jackson Pollock. Pola tersebut bukanlah karya seni rupa, melainkan foto mikroskopis dari Trichoderma asperellum, mikroba dari keluarga jamur.

"Jamur ini adalah kunci dari pencairan batu bara," kata Pingkan Aditiawati, peneliti fisiologi mikroba dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung kepada Tempo. Dia menunjukkan foto Trichoderma tersebut di Laboratorium Bioproses ITB, Selasa pekan lalu.

Pencairan batu bara atau biosolubilisasi, menurut Pingkan, adalah cara lain memanfaatkan si emas hitam. Caranya dengan memanfaatkan mikroba jamur, seperti keluarga Trichoderma. Hasilnya berupa bahan bakar minyak sekelas bensin dan solar.

Selama ini, kata Pingkan, batu bara merupakan salah satu sumber energi di dunia. World Energy Council mencatat dunia memiliki cadangan 891,5 miliar ton lebih batu bara. Sebanyak 28 miliar ton di antaranya berada di Indonesia.

Namun penggunaan batu bara sebagai bahan bakar menyebabkan masalah lingkungan. Senyawa sulfur, nitrogen oksida, dan logam berat yang dikeluarkan saat pembakaran batu bara berdampak buruk bagi manusia dan alam. Terlebih, 80 persen batu arang di Indonesia masih berumur muda. Itu berarti terkandung kalori rendah dan tak efektif yang digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap.

Karena itu, Pingkan bersama Dea Indriani Astuti, peneliti mikrobiologi fermentasi, dan Dwiwahju Sasongko, pakar teknologi proses biomassa batu bara dari Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri ITB, membuat riset ini untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.

Studi ini bermula dari penelitian biodesulfurisasi atau penguraian sulfur batu bara, menggunakan mikroba. Studi yang dilakukan Irawan Sugoro, mahasiswa doktoral di bawah bimbingan ketiga peneliti itu, selesai pada 2012. Dari situ dimulai studi panjang biosolulibilisasi.

Pingkan, Dea, dan Dwiwahju memulainya dengan mencari organisme yang cocok untuk mencairkan batu bara. Tambang batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dipilih untuk mengambil sampel awal. Dari sampel tersebut, mereka menemukan koloni jamur Trichoderma sp. dan Bacillus sp. alias bakteri yang cocok untuk biosolubilisasi.

Biosolubilisasi, kata Dwiwahju, bisa disebut sebagai proses memutar kembali rantai pembentukan batu bara. Sebelum menjadi batu hitam penghasil energi, batu bara mulanya adalah makhluk hidup mikoorganisme, seperti plankton, yang menjadi fosil. Dalam waktu jutaan tahun, bangkai makhluk hidup mikroskopis itu berubah menjadi minyak, gas alam, dan batu bara.

Berita terkait

Inovasi Desain Jembatan dari Unej Menang di Singapura, Ungguli UGM, ITS, NTU, dan ITB

3 jam lalu

Inovasi Desain Jembatan dari Unej Menang di Singapura, Ungguli UGM, ITS, NTU, dan ITB

Tim mahasiswa Teknik Sipil Universitas Jember (Unej)menangi kompetisi gelaran Nanyang Technological University (NTU) Singapura.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

5 jam lalu

Top 3 Tekno: Kenaikan UKT, Proyek Google untuk Israel, Polusi Udara dan Cina

Berita tentang kenaikan UKT di ITB masih mengisi Top 3 Tekno Berita Terkini.

Baca Selengkapnya

Braga Free Vehicle Akhir Pekan ini di Bandung, Begini Tata Tertib Pengunjung dan Lokasi Parkir

1 hari lalu

Braga Free Vehicle Akhir Pekan ini di Bandung, Begini Tata Tertib Pengunjung dan Lokasi Parkir

Pengunjung atau wisatawan di jalan legendaris di Kota Bandung itu hanya bisa berjalan kaki karena kendaraan dilarang melintas serta parkir.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

1 hari lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

1 hari lalu

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

Kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2024 di ITB memuncaki Top 3 Tekno Tempo hari ini, Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

1 hari lalu

Rencana Jalan Braga Bandung Bebas Kendaraan saat Akhir Pekan Dibayangi Masalah

Pemerintah Kota Bandung ingin menghidupkan kembali Jalan Braga yang menjadi ikon kota sebagai tujuan wisata.

Baca Selengkapnya

ITB Naikkan UKT Mahasiswa 2024, Segini Perkiraan Besarannya

1 hari lalu

ITB Naikkan UKT Mahasiswa 2024, Segini Perkiraan Besarannya

ITB menaikkan UKT untuk para mahasiswa angkatan 2024. Kenaikannya berkisar 15 persen dibanding angkatan sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

1 hari lalu

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

Nila Armelia Windasari, dosen muda ITB menceritakan pengalamannya meraih gelar doktor di usia 27 tahun.

Baca Selengkapnya

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

2 hari lalu

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi

Baca Selengkapnya

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

3 hari lalu

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

Keberadaan UU Cipta Kerja tidak memberi jaminan dan semakin membuat buruh rentan.

Baca Selengkapnya