Teknologi Anak Negeri Olah Kotoran Sapi Jadi Gas
Editor
Amri mahbub al fathon tnr
Selasa, 19 April 2016 04:09 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung 2004, Andrias Wiji Setio Pamuji, 38 tahun, mengolah limbah organik menjadi biogas. Instalasi bernama Teknologi Anak Negeri (Tenari) itu tidak memakai wadah penampung lagi. Gas yang dihasilkan bisa langsung mengalir ke kompor dari tangki reaktor limbah.
Tenari memakai bak umpan sebagai tempat mencampur limbah kotoran sapi dan air dengan komposisi 1:1. Larutan encer itu kemudian dialirkan ke reaktor biogas atau tangki berukuran 2 atau 4 meter kubik (kapasitas 2.000-4.000 liter) yang ‘ditanam’ di lubang tanah. “Posisi reaktornya di bawah supaya limbahnya tidak perlu diangkat-angkat untuk dimasukkan ke bak umpan,” tutur Andrias.
Di dalam reaktor, bakteri dari kotoran sapi yang bekerja dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen) bekerja mengurai limbah. Tahap pertama proses pembentukan biogas disebut hidrolisis, yakni bahan organik diuraikan oleh bakteri fakultatif menjadi bahan organik yang larut dalam air. Selanjutnya, bahan organik yang larut dalam air oleh bakteri acidogenesis diubah menjadi asam-asam lemak volatil.
Tahap terakhir, asam lemak tersebut diurai kelompok bakteri methanogenesis. Hasilnya menjadi gas dengan komposisi sekitar 60 persen gas metana (CH4), 38 persen karbon dioksida (CO2), sisanya bermacam gas, seperti N2, O2, H2, dan H2S. Sistem Tenari kemudian menyalurkan gas yang terhimpun di dalam reaktor lewat selang ke kompor di dapur, tanpa memakai lagi wadah penampung gas.
Untuk mengetahui produksi dan konsumsi biogas itu oleh pengguna, Andrias memasang manometer. Alat pengukur tekanan udara atau gas di dalam ruang tertutup tersebut berupa papan vertikal berangka dengan tempelan selang gas dari reaktor yang dilekukkan dan ditegakkan di dinding. Selang manometer diisi air berwarna sebagai penanda naik dan turun gas yang dipakai.
Bahan organik sumber biogas itu berupa kotoran hewan ternak, seperti sapi, kuda, kerbau, babi, ayam, kambing, atau domba. Limbah industri yang digunakan, misalnya tahu, tempe, kecap, kelapa sawit, dan tapioka. Adapun sampah organik seperti dari rumah tangga, restoran, dan pasar. “Tinja manusia juga bisa diolah, tapi perlu tangki khusus,” kata Andrias.
Di bengkel kerjanya ia menerapkan sekaligus meneliti pemakaian sampah organik, limbah potongan rumput atau semak, dan tinja penghuni, dengan tangki terpisah. Total per hari didapat sekitar 1.000 liter biogas yang setara dengan 0,46 kilogram gas elpiji. Tangki biogas berkapasitas 1 meter kubik bisa menihilkan biaya pembelian gas elpiji tabung 3 kilogram. “Pemakainya sekitar 2.000 orang,” katanya. Umumnya kalangan peternak sapi di pelosok Indonesia.
ANWAR SISWADI