Inilah Paludiculture, Siasat Penyelematan Lahan Gambut
Editor
Amri mahbub al fathon tnr
Rabu, 11 Mei 2016 17:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggelar workshop pemanfaatan lahan gambut melalui skema paludiculture atau pertanian di lahan basah gambut. Menurut para ahli yang mengisi workshop tersebut, cara ini dapat menyiasati lahan gambut yang terdegradasi alias rusak pasca-kebakaran.
"Banyak tanaman yang cocok untuk diterapkan dalam sistem ini. Misalnya, pohon meranti, nipa, atau rumbia," kata Hans Joosten, pakar sekaligus pencetus skema paludiculture dari University of Greifswald, Jerman, kepada Tempo di sela-sela workshop yang digelar di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Mei 2016. Joosten mencetuskan model agrikultur di lahan basah gambut ini dalam forum pertanian internasional di Jerman pada 1998.
Joosten menjelaskan skema teknis paludiculture. Yakni, mengairi lahan gambut yang rusak, kemudian menanam tanaman yang cocok dengan karakter lahan gambut tiap daerah di Indonesia.
Dia mengatakan, Indonesia sedang mengalami krisis lahan gambut pasca-kebakaran besar pada tahun lalu. Meski api perlahan mereda, kata dia, tapi lahan gambut yang terdegradasi tersebut terancam tak bisa ditumbuhi lagi tanaman pangan.
Tak hanya itu, lahan gambut perlahan juga mengalami penurunan (subsidence) karena kandungan air di dalamnya berkurang akibat pembuatan kanal. Kondisi ini diperparah dengan naiknya permukaan laut. "Makin lama, permukaan tanah lahan gambut di Indonesia akan lebih rendah daripada laut. Jika dibiarkan akan tenggelam," ujar Joosten.
Menurut Joosten, banyak lahan gambut yang tidak produktif. Lebih jauh akan berdampak pada keadaan sosial-ekonomi masyarakat setempat dan industri yang memegang hak konsesi lahan. "Paludiculture merupakan salah satu cara untuk mengembalikan fungsi lahan gambut yang sudah rusak," kata Joosten.
Untuk mendukung berjalannya skema paludiculture, Kepala perwakilan FAO Indonesia, Mark Smulders, menyarankan untuk ada identifikasi lahan gambut di Indonesia. Tak hanya menyelamatkan lahan gambut dan memperkuat sosial-masyarakat di sekitarnya, menurut dia, skema ini dapat mendorong penurunan emisi gas rumah kaca. "Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang baik," kata dia di tempat yang sama.
Menurut Smulders, setidaknya ada 165 spesies tanaman yang dapat dikembangkan di lahan paludiculture. Artinya, kata dia, kebutuhan sektor kehutanan, tanaman pangan, produk obat juga dapat diuntungkan. "Tak hanya tanaman, paludiculture juga dapat mengembangkan sektor perikanan," tuturnya.
Armine Avagyan, penasihat sumber daya alam dan perubahan iklim FAO, mengatakan skema paludiculture sudah dikaji secara internasional dalam forum pakar yang diselenggarakan di Roma, Italia, pada 2012. Forum tersebut menghasilkan "guidelines" tentang mitigasi pemanfaatan lahan gambut yang berjudul Towards climate-responsible peatlands management.
"Dalam buku ini dijelaskan secara rinci tentang karakteristik, cara pemetaan, dan cara pemanfaatannya lahan gambut berdasarkan ciri khas kedaerahaan (indigenous)," ujar Avagyan. "Termasuk di dalamnya paludiculture."
Di Indonesia, setidaknya ada tiga masyarakat setempat yang teridentifikasi memakai skema yang mirip dengan paludiculture. Pertama, danau air gambut di Kutai dan Banjar, Kalimantan Timur, yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Kedua, cara penanaman sagu (Metroxylan sagu) oleh masyarakat Kepulauan Meranti, Riau. Ketiga, perkebunan kacang di rawa gambut basah di Segedong, Kalimantan Barat.
Deputi Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut, Budi Wardhana, menyebut sistem paludiculture yang diusung FAO berpotensi diterapkan dalam agenda restorasi. Namun, penerapannya ke depan harus didahului dengan pemetaan dan koordinasi antarkementerian dan lembaga. "Kita harus petakan dulu potensi gambut yang ada kalau kita mau adopsi skema ini," katanya.
Skema ini, menurut Budi, harus menyesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Juga, harus memperhatikan wilayah sekitarnya hingga 15 kilometer ke luar lahan gambut.
Selain itu, Budi mengatakan, lahan gambut dan kawasan sekitarnya juga tetap harus dikelola karena kebanyakan peristiwa kebakaran terjadi di lahan yang terbengkalai. "Sembari terus menyekat kanal, kita akan segera mengeluarkan pedoman restorasi dan konsultasi dengan masyarakat," ujarnya.
AMRI MAHBUB