TEMPO.CO, Bandung – Borobudur, candi Buddha yang megah dan terbesar di Indonesia, dibangun dengan geometri fraktal. Perhitungan yang baru ditemukan kembali pada abad ke-20 itu merupakan cabang ilmu Matematika. Pendirian megastruktur kuno tersebut adalah dengan menyusun batuan menggunakan pola pengulangan tertentu.
Ilmuwan dan peneliti dari Bandung Fe Institut, Hokky Situngkir, mengatakan kesan rumit Candi Borobudur berangkat dari konsep sederhana. Tanpa hitungan rumit membangun konstruksi seperti zaman sekarang, nihil maket, dan diduga tanpa gambar sketsa, pembangunnya membuat candi seperti pembatik melukis kain. “Dengan pola bentuk berulang untuk mengisi ruang,” kata Hokky kepada Tempo, Kamis, 12 Mei 2016.
Bandung Fe Institut cukup lama melakukan riset lapangan secara rinci di Borobudur. Hasil data, seperti foto, video, dan hasil pengukuran, diolah menjadi simulasi di komputer. Bangunan pejal yang dibangun antara abad ke-8 dan 9 itu diperkirakan bervolume 55 ribu meter kubik, yang terdiri atas sekitar 2 juta balok batu. “Zaman itu belum ada sistem pengukuran (metrik) standar, dan mereka tidak butuh itu jadi ukuran,” ujar peneliti di Center for Complexities, Surya University itu.
Bukti yang diperoleh Bandung Fe adalah bentuk candi situs peninggalan sejarah dunia itu kurang simetris. Pada bagian bawah sisi utara dan selatan, yang masing-masing sepanjang 120 meter lebih, ada beda selisih sekitar 10 meter. Menurut Hokky, pembangunan Borobudur dimulai dengan pemasangan batu mengitari bukit. Balok-balok batu itu kemudian disusun bertahap selapis demi selapis hingga puncak bukit.
Ketinggian antara bagian kaki atau Kamadhatu, tubuh (Rupadhatu), dan kepala (Arupadhatu) berskala 4:6:9. Perbandingan itu, kata Hokky, disesuaikan dengan ketebalan susunan batu terbawah. Susunan batu kemudian diukir pemahat. “Kalau menurut saya, bukan diukir dulu di bawah, bisa bingung memasangnya kalau tanpa gambar desain,” ujarnya.
Pola susunan berulang batu Candi Borobudur dari kajian Hokky mirip dengan aturan atau kode nomor 816 dari 1.024 pola pada cellular automata. Cellular automata merupakan himpunan proses fundamental penciptaan pola-pola keteraturan karya fisikawan Stephen Wolfram dengan menggunakan komputer, yang hasil akhirnya sangat menyerupai bentuk di alam.
Ciri khas fraktal lain, seperti wujud candi yang samar antara dua atau tiga dimensi, muncul juga pada Borobudur. Menurut Hokky, candi bisa terlihat datar seperti lukisan dua dimensi. Namun, pada titik penglihatan lain dan pengaruh sorotan cahaya matahari, Borobudur dapat terlihat seperti bangunan tiga dimensi. Ciri lain pengulangan pola dengan ukuran besar atau kecil adalah bangunan stupa yang menyerupai lonceng genggam. “Hingga secara keseluruhan, Borobudur tampak seperti stupa raksasa,” kata Hokky.
Teknologi konstruksi kuno berbasis fraktal itu, ujar Hokky, dijumpai pula pada beberapa candi seperti Prambanan. Bandung Fe masih merencanakan riset lanjutan di Borobudur, yaitu tentang relief candi dan pola pemasangannya.
ANWAR SISWADI
Berita terkait
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
25 hari lalu
BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaDua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?
26 September 2023
Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.
Baca SelengkapnyaRektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang
20 Juli 2023
Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.
Baca Selengkapnya2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi
14 Juli 2023
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.
Baca SelengkapnyaBagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad
14 April 2023
Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia
6 April 2023
Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.
Baca SelengkapnyaRancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah
26 Maret 2023
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat
22 Maret 2023
Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.
Baca SelengkapnyaPsikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik
17 Januari 2023
Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.
Baca SelengkapnyaTips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu
13 September 2022
Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.
Baca Selengkapnya