Peneliti: Kerentanan WhatsApp Memungkinkan Pesan Dicegat

Reporter

Editor

Erwin prima

Sabtu, 14 Januari 2017 19:29 WIB

Logo aplikasi Whatsapp. whatsappbrand.com

TEMPO.CO, San Francisco - Sebuah kerentanan keamanan yang dapat digunakan Facebook dan pihak lain untuk mencegat dan membaca pesan terenkripsi telah ditemukan dalam layanan pesan WhatsApp. Hal ini diungkap dalam laporan Guardian, Jumat 13 Januari 2017.

Padahal Facebook mengklaim bahwa tidak ada yang dapat mencegat pesan WhatsApp, bahkan tidak perusahaan dan stafnya. Tapi penelitian baru menunjukkan bahwa perusahaan sebenarnya bisa membaca pesan. Hal ini terkait cara WhatsApp melakukan protokol enkripsi end-to-end.

Enkripsi end-to-end WhatsApp bergantung pada kunci keamanan yang unik, menggunakan protokol Signal, yang dikembangkan oleh Open Whisper Systems, yang dibagi dan diverifikasi di antara pengguna untuk menjamin komunikasi yang aman dan tidak dapat dicegat oleh seorang perantara.

Namun, WhatsApp memiliki kemampuan untuk memaksakan kunci enkripsi baru untuk pengguna offline, tanpa diketahui oleh pengirim dan penerima pesan, dan membuat pengirim melakukan re-encrypt pesan dengan kunci baru dan mengirimkannya lagi untuk setiap pesan yang belum ditandai sebagai terkirim.

Penerima tidak sadar akan perubahan pada enkripsi. Re-enkripsi dan rebroadcasting ini efektif memungkinkan WhatsApp untuk mencegat dan membaca pesan pengguna.

Celah keamanan ini ditemukan oleh Tobias Boelter, seorang kriptografi dan peneliti keamanan di University of California, Berkeley. "Jika WhatsApp diminta oleh lembaga pemerintah untuk mengungkapkan catatan pesan, ia secara efektif dapat memberikan akses karena perubahan kunci," ujarnya kepada Guardian.

Kerentanan ini tidak melekat pada protokol Signal. Signal tidak mengalami kerentanan yang sama. Jika penerima mengubah kunci keamanan saat offline misalnya, pesan yang dikirim akan gagal untuk disampaikan dan pengirim akan diberitahu tentang perubahan kunci keamanan tanpa otomatis mengirim ulang pesan.

WhatsApp secara otomatis mengirim ulang pesan yang tidak terkirim dengan kunci baru tanpa memperingatkan pengguna sebelumnya, atau memberi mereka kemampuan untuk mencegahnya.

Boelter melaporkan kerentanan ini ke Facebook pada bulan April 2016, tapi diberitahu bahwa Facebook menyadari masalah ini. Guardian telah memverifikasi celah ini masih ada.

Steffen Tor Jensen, kepala keamanan informasi di European-Bahraini Organisation for Human Rights, memverifikasi temuan Boelter ini. "WhatsApp dapat secara efektif terus membuka kunci keamanan ketika perangkat sedang offline dan mengirim kembali pesan, tanpa memberitahu perubahan,” ujarnya.

Seorang juru bicara WhatsApp mengatakan kepada Guardian bahwa lebih dari 1 miliar orang menggunakan WhatsApp hari ini karena sederhana, cepat, handal dan aman. “Pada WhatsApp, kami selalu percaya bahwa percakapan harus aman dan privat. Tahun lalu, kami memberi semua pengguna kami tingkat keamanan yang lebih baik dengan membuat setiap pesan, foto, video, file dan panggilan terenkripsi end-to-end secara default. Saat kami memperkenalkan fitur seperti enkripsi end-to-end, kami fokus membuat produk yang sederhana dan mempertimbangkan bagaimana itu digunakan setiap hari di seluruh dunia.”

"Dalam penerapan protokol Signal, kami memiliki pengaturan "Show Security Notification" (pilihan Setting> Account> Security) yang memberitahu Anda bila kode keamanan kontak telah berubah,” tambahnya.

“Kami tahu alasan paling umum ini terjadi adalah karena seseorang telah beralih ponsel atau menginstal ulang WhatsApp. Hal ini karena di banyak bagian dunia, orang sering mengubah perangkat dan kartu SIM. Dalam situasi ini, kami ingin memastikan pesan seseorang tersampaikan, tidak hilang dalam perjalanan," ujarnya.

Diminta untuk berkomentar secara khusus mengenai apakah Facebook / WhatApps telah mengakses pesan pengguna dan apakah telah melakukannya atas permintaan instansi pemerintah atau pihak ketiga lainnya, WhatsApp mengarahkan Guardian ke situsnya yang merinci soal permintaan oleh negara.

WhatsApp kemudian mengeluarkan pernyataan lain yang mengatakan, "WhatsApp tidak memberikan pemerintah 'backdoor' ke dalam sistem dan akan melawan setiap permintaan pemerintah untuk membuat backdoor."

GUARDIAN | ERWIN Z

Baca:
Retakan Besar Menganga di Padang Es Antartika, Bahaya Mengancam
Huawei Luncurkan P8 Lite Baru, Ini Spesifikasi dan Harganya
Kantongi Paten, Amazon Punya 2 Konsep Antar Paket Pakai Drone




Berita terkait

Top 3 Dunia: Perdagangan Indonesia-Israel hingga Dubes Israel Robek Piagam PBB

4 jam lalu

Top 3 Dunia: Perdagangan Indonesia-Israel hingga Dubes Israel Robek Piagam PBB

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 11 Mei 2024 diawali oleh tanggapan Dubes Palestina Zuhair Al-Shun soal perdagangan antara Indonesia-Israel

Baca Selengkapnya

Sudah Resmi, Tampilan Baru WhatsApp: Bar Navigasi, Warna, Layout Attachment

13 jam lalu

Sudah Resmi, Tampilan Baru WhatsApp: Bar Navigasi, Warna, Layout Attachment

WhatsApp telah meresmikan penggunaan desain terkini untuk platformnya di ponsel Android maupun iOS.

Baca Selengkapnya

Tahan Bantuan Senjata ke Israel, Biden Terancam Dimakzulkan Anggota DPR AS

14 jam lalu

Tahan Bantuan Senjata ke Israel, Biden Terancam Dimakzulkan Anggota DPR AS

Anggota DPR AS dari Partai Republik, Cory Mills, pada Jumat mengatakan telah mengajukan pasal pemakzulan terhadap Presiden Joe Biden.

Baca Selengkapnya

Australia dan Selandia Baru Dukung Palestina dalam Keanggotan Penuh PBB

15 jam lalu

Australia dan Selandia Baru Dukung Palestina dalam Keanggotan Penuh PBB

Australia dan Selandia Baru pada Jumat bergabung dengan 141 negara lain untuk mendukung negara Palestina dalam pemungutan suara keanggotaan PBB

Baca Selengkapnya

Polri Bakal Berlakukan Pemberitahuan Tilang Via WhatsApp, Kompolnas Akan Supervisi Kebijakan

16 jam lalu

Polri Bakal Berlakukan Pemberitahuan Tilang Via WhatsApp, Kompolnas Akan Supervisi Kebijakan

Kompolnas mengapresiasi berbagai inovasi baru yang dibuat Polri untuk pelayanan kepada masyarakat, seperti notifikasi tilang via pesan WhatsApp.

Baca Selengkapnya

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa bagi Palestina di PBB

17 jam lalu

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa bagi Palestina di PBB

Indonesia mendorong pemberian hak-hak istimewa bagi Palestina dalam Sidang Darurat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Baca Selengkapnya

Sejarah WhatsApp: Bermula Hanya Aplikasi Pesan Status Bikinan Eks Insinyur Yahoo

18 jam lalu

Sejarah WhatsApp: Bermula Hanya Aplikasi Pesan Status Bikinan Eks Insinyur Yahoo

WhatsApp terus berkembang sejak diakuisisi oleh Facebook pada 2014. Indonesia menjadi yang terbesar ketiga per tahun lalu dengan 112 pengguna aktif.

Baca Selengkapnya

Cina Desak AS Tak Hadang Proses Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

20 jam lalu

Cina Desak AS Tak Hadang Proses Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Dubes Cina untuk PBB Fu Cong mendesak Amerika Serikat untuk tidak menghalangi proses keanggotaan penuh Palestina di PBB yang didukung Majelis Umum

Baca Selengkapnya

Jaksa AS Tuntut Hukuman 40 Tahun Penjara bagi Penyerang Suami Nancy Pelosi

21 jam lalu

Jaksa AS Tuntut Hukuman 40 Tahun Penjara bagi Penyerang Suami Nancy Pelosi

Jaksa menuntut pria yang masuk ke rumah mantan Ketua DPR AS Nancy Pelosi dan menyerang suaminya dengan palu harus menjalani hukuman 40 tahun penjara.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Tahan Pengiriman Amunisi ke Israel, Cegah Tragedi Rafah atau Sekadar Peninjauan?

22 jam lalu

Amerika Serikat Tahan Pengiriman Amunisi ke Israel, Cegah Tragedi Rafah atau Sekadar Peninjauan?

Menhan Amerika Serikat Lloyd Austin mengatakan pada hari Rabu, bahwa terkait Rafah, AS meninjau beberapa pengiriman senjata jangka pendek ke Israel.

Baca Selengkapnya