TEMPO.CO, Jakarta - Pada ibu hamil, semakin banyak kasus yang menunjukkan kalau Covid-19 terkait dengan angka kelahiran caesar dan bayi prematur. Selain virus yang mampu menyeberangi plasenta ke jabang bayi.
Gambaran yang ada mulai berubah setelah pada Maret, Pemerintah Inggris, misalnya, hanya menempatkan ibu hamil dalam kelompok 'rentan' sebagai bentuk kehati-hatian. Saat itu, pengetahuan hanya dari data studi terhadap sekitar 20 perempuan hamil. Saat itu pula tidak terlihat kemungkinan virus bisa diturunkan dari ibu kepada bayinya.
Sejauh ini, beberapa ratus bayi baru lahir telah dilaporkan terpengaruh Covid-19. Tapi para dokter dan peneliti mengaku masih lega. Alasannya, virus corona 2019 kelihatannya tak sampai mematikan seperti halnya dalam kasus SARS yang telah membunuh seperempat perempuan hamil yang terinfeksi.
Faktanya adalah virus corona Covid-19 tidak memberi gejala apapun pada kebanyakan perempuan hamil yang terinfeksi. Ketika satu tim di pusat medis New York, Amerika Serikat, mengetes 215 perempuan melahirkan dalam kurun dua minggu, mereka menemukan empat perempuan yang positif Covid-19 menderita demam atau gejala lainnya. Tapi 29 lainnya positif tanpa sakit.
Dari hasil riset yang ada, perempuan hamil diketahui tak berisiko lebih besar daripada populasi umumnya untuk terinfeksi virus corona. Kalaupun terinfeksi, risikonya untuk berkembang sakit parah juga tak lebih besar. Tapi, beberapa tetap bisa sangat parah dan bahkan meninggal.
Marian Knight dan koleganya dari University of Oxford, Inggris, telah mengumpulkan data terbaru dari 427 ibu hamil terinfeksi Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di Inggris. Tiga dari perempuan yang terinfeksi akhirnya meninggal dan sembilan lainnya masih dalam perawatan intensif.
“Kita tidak akan tahu seperti apa risiko bagi perempuan hamil dibandingkan populasi umum sampai kita mampu membandingkan orang-orang yang hamil dan tidak hamil dengan usia dan latar belakang yang sama,” kata Sonja Rasmussen di University of Florida, Amerika Serikat.