Menariknya, setiap potensi efek berbahaya dari media sosial terbatas antara 2009 dan 2010. "Diduga karena peran dan sifat media sosial bervariasi dari waktu ke waktu," bunyi laporan hasil penelitian itu. "Mungkin juga karena media sosial diadopsi lebih awal oleh individu dengan risiko depresi yang lebih tinggi."
Studi tersebut menantang anggapan bahwa media sosial adalah faktor risiko saat ini untuk gejala depresi pada remaja. Penelitinya menyimpulkan, penggunaan media sosial sehari-hari bukanlah faktor risiko yang kuat atau konsisten untuk gejala depresi baik untuk jenis kelamin maupun kelompok usia.
Penulis senior yang juga seorang profesor di Mailman School of Public Health, Katherine Keyes, menilai studi itu tidak menangkap beragam cara remaja menggunakan media sosial. "Yang mungkin positif dan negatif tergantung pada konteks sosial," ujarnya.
Penelitian di masa depan, dia menyarankan, bisa mengeksplorasi perilaku dan pengalaman spesifik anak muda atau remaja yang menggunakan media sosial, serta lebih sering terlibat dengan berbagai platform. Keyes juga menekankan sampel penelitian yang andal.
Bukti terbaru menunjukkan peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada depresi remaja, gejala depresi dan perilaku bunuh diri, terutama di kalangan anak perempuan. Ada banyak spekulasi bahwa peningkatan penggunaan smartphone dan platform media sosial telah berkontribusi pada tren ini.
Menurut teori, remaja yang sering menggunakan ponsel semakin terisolasi dari interaksi tatap muka, mengalami penindasan di dunia maya, dan menghadapi tantangan harga diri. Misalnya, remaja mungkin melihat foto glamor yang diposting oleh salah satu temannya di lokasi mewah di Instagram, yang dapat memicu perasaan cemburu dan tidak mampu.
Di sisi lain, penelitian Columbia University menyatakan penggunaan media sosial mungkin memiliki efek positif pada harga diri remaja. Situs jejaring sosial menyediakan ruang untuk konten yang positif atau lucu, dan sangat berharga bagi remaja yang mengalami depresi.
Beragam pilihan yang dapat diakses untuk tetap berhubungan dengan teman dan keluarga, seperti WhatsApp dan Facebook Messenger, juga berdampak positif pada remaja. Banyak anak muda juga mencari dukungan dan nasihat di media sosial, terutama mereka yang memiliki gejala depresi sedang hingga parah.
DAILT MAIL | MONITORING THE FUTURE