Menristek sendiri selama satu tahun terakhir berhasil menerapkan 100% legal. Artinya 100% software dan aplikasi yang digunakan di kementrian itu sepenuhnya legal, tidak ada yang bajakan. "Dari 100% itu 90% open source sementara 10%-nya propietary (berbayar)," ujar Kusmayanto.
Kusmayanto mengatakan ia tidak henti-hentinya mengingatkan departemen lain untuk menerapkan open source. "Saya bilang ke mereka (departemen) saya masih pakai 10% propietary karena kalian-kalian ini yang belum pindah ke open source," ujarnya.
Pergeseran tren dari penggunaan teknologi propietary ke open source sudah terjadi lebih dulu di negara-negara lain. Brazil, misalnya telah sepenuhnya menerapkan aplikasi open document format di pemerintahan mereka.
Pergeseran ini juga terjadi sangat pesat di dunia industri. Menurut data Gartner sampai saat ini 85% perusahaan di dunia sudah menerapkan teknologi open source untuk perangkat teknologi informasi mereka. 31% diantaranya bahkan menggunakan kebijakan resmi penerapan open source. Gartner juga memperkirakan 15% dari seluruh perusahaan di dunia akan segera menyusul menerapkan teknologi open source mulai tahun depan.
Kusmayanto mengakui kesulitan utama perluasan teknologi open source adalah adanya tiga mitos tentang teknologi ini. "Mitos pertama kalau teknologi ini hanya digunakan oleh yang ahli teknologi, kedua sulit, dan ketiga tidak menguntungkan," ujarnya.
Padahal, semua itu sama sekali tidak benar. Senior Vice President and Chairman Asia Pacific Sun Microsystem, Crawford Beveridge mengatakan perluasan teknologi open source justru akan meningkatkan perekonomian suatu negara.
Kartika Candra