Begitu pula fungsi melakukan pengkajian dan penelitian adalah tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang-Undang HAM yang bersifat inheren atau melekat dan tidak bisa dipisahkan dari eksistensi Komnas HAM. Fungsi tersebut jadi bagian dari identitas dan karakteristik serta misi Komnas HAM untuk mencapai tujuannya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 7, Pasal 76, dan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang HAM.
“Kami berpendapat bahwa fungsi pengkajian dan penelitian tidak bisa dihilangkan atau diambil alih dari Komnas HAM, terlebih jika hal tersebut dilakukan oleh sebuah lembaga pemerintah, dalam hal ini BRIN, karena bertentangan dengan hukum positif yang berlaku, yakni UU HAM, dan prinsip demokrasi konstitusional Indonesia,” kata Cekli.
Selain UU HAM, kedudukan dan kewenangan Komnas HAM secara atributif juga diatur oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dengan begitu, semua kewenangan yang dimiliki Komnas HAM tidak bisa diubah, diganti dan atau diambil oleh lembaga lain, khususnya jika hal tersebut hanya didasarkan oleh aturan di bawah undang-undang.
“Dalam hal ini Perpres. Hal tersebut dikarenakan adanya prinsip hukum lex superiori derogate legi inferiori (hukum yang lebih tinggi tidak bisa digantikan oleh hukum yang lebih rendah),” kata Cekli lagi.
Selain diatur oleh rezim hukum positif nasional, kedudukan Komnas HAM juga diatur dan didasarkan oleh instrumen hukum internasional. Di antaranya adalah Prinsip-Prinsip Paris, yang dituangkan dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 48/134 tanggal 20 Desember 1993 tentang Lembaga Nasional untuk Promosi dan Perlindungan HAM (National Institutions for the Promotion and Protection of Human Rights).
Prinsip-Prinsip Paris menegaskan kedudukan lembaga HAM nasional dalam poin tentang ‘Komposisi serta Jaminan Kemandirian dan Keberagaman’ di angka 2. Isinya mewajibkan lembaga nasional HAM harus bebas dari intervensi Pemerintah dan oleh karenanya lembaga tersebut harus memiliki staf dan kantor sendiri dan tidak boleh menjadi objek kontrol secara finansial oleh Pemerintah.
Prinsip-Prinsip Paris juga menegaskan tentang fungsi penelitian yang melekat pada lembaga nasional HAM, yang diatur pada poin tentang “Kompetensi dan Tanggung Jawab” di angka 3.
Berdasarkan semua poin di atas, Sepaham Indonesia menyimpulkan upaya BRIN yang ingin mengalihkan fungsi pengkajian dan penelitian yang dimiliki Komnas HAM, termasuk pengalihan sumber daya peneliti dan anggaran penelitian, sangat bertentangan dengan prinsip, standar, norma dan praktik-praktik hukum yang diatur dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia maupun instrumen hukum internasional.