TEMPO.CO, Jakarta - Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,3 mengguncang Jepang Timur pada Rabu, 16 Maret 2022. Berpusat di lepas pantai wilayah Fukushima di kedalaman 60 kilometer, gempa tersebut sempat berpotensi menimbulkan tsunami.
Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, mengatakan pihaknya terus mengumpulkan informasi terkait perkembangan situasi tersebut. “Kami berkomitmen untuk mengumpulkan informasi, melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan mereka yang terkena dampak gempa dan akan kami komunikasikan informasi secara tepat kepada publik," ujarnya kepada wartawan.
Gempa yang terjadi di Jepang tampaknya tidak hanya sekali ini saja. Japan Meteorological Agency (JMA) mencatat ada sekitar 5.000 gempa bumi kecil yang terjadi di Jepang setiap tahun. Kekuatannya pun bervariasi, mulai dari magnitudo 3,0 hingga 5, atau bahkan lebih. Terletak di zona seismik dan vulkanik paling aktif di dunia, tak ayal Jepang sering diguncang gempa bumi dan aktivitas vulkanik.
Dilansir dari Live Science, gempa yang kerap terjadi di Jepang disebabkan oleh letak geografisnya yang berada di area “Cincin Api Pacific”. Wilayah ini dilalui oleh lempengan api di bawah permukaan bumi. Disebut “cincin” karena zona ini sebenarnya berbentuk tapal kuda imajiner yang mengikuti tepi Samudera Pasifik. Negara-negara yang berada di zona tersebut, termasuk Indonesia, akan banyak mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Lempeng Pasifik dan lempeng laut Filipina diketahui sebagai lempeng paling aktif dibandingkan lempeng-lempeng lainnya di dunia. Di mana posisi negara Jepang berada di atas kedua lempeng tersebut. Mengingat Jepang adalah negara kepulauan dan sering kali titik gempa bumi berapa di lepas pantai sehingga hal itu memicu timbulnya tsunami.
Seorang ahli Geofisika dari USGS California, Douglas Given, menjelaskan di dalam Cincin Api Pacific terdapat beberapa lempeng tektonik yang berpotensi akan saling bertumbuk atau bertabrakan. “Permukaan bumi terbagi sekitar 12 atau lebih potongan besar yang semuanya bergerak dan saling berinteraksi di tepi mereka,” ujarnya.
Guna memantau informasi gempa bumi, Japan Meteorological Agency mengoperasikan jaringan pengamatan gempa yang terdiri dari sekitar 200 seismograf dan 600 meter intensitas seismik. Alat ini berfungsi mengumpulkan data terkait potensi terjadinya gempa bumi. Dengan begitu, masyarakat dapat melakukan antisipasi lebih dini melalui peringatan yang dikeluarkan. Selain itu, pemerintah Jepang juga gencar melakukan edukasi terkait bencana gempa bumi kepada warganya.
HARIS SETYAWAN
Baca juga: Gempa Jepang Tewaskan 4 Orang, Korban Luka Mendekati 100
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.