TEMPO.CO, Jakarta - Aruna menawarkan wawasan dan alat berbasis data untuk membantu nelayan menghadapi ketidakpastian dan memaksimalkan pendapatan dari melaut. Startup bidang teknologi perikanan ini menghubungkan lebih dari 39 ribu nelayan Indonesia dengan pasar-pasar global, sambil memberikan pengetahuan tentang perikanan berkelanjutan melalui aplikasinya, Aruna Heroes, yang dibangun di atas dan didukung oleh Google Cloud.
Head of Products Aruna, Walesa Danto, mengatakan Aruna sengaja memilih area kerja di Indonesia timur dengan pertimbangan kualitas perikanan. Dia bicara dalam Google Cloud Jakarta Summit pada Kamis 8 Juni 2023. "Aruna mengembangkan ekosistem perikanan digital dengan menghubungkan nelayan dengan pembeli di pasar global. Selain juga mempromosikan perikanan berkelanjutan dengan mencocokkan pasokan dengan permintaan berbasis data," tuturnya.
Dengan aplikasi Aruna Heroes, nelayan dibantu mencatat hasil tangkapan dan penjualan ikan, menawar harga terbaik, dan menerima pembayaran yang cepat. Aplikasi ini memungkinkan pengguna memasukkan transaksi bahkan saat tidak ada koneksi internet. Begitu aplikasi kembali terhubung dengan internet, data secara otomatis disinkronkan dengan Google Cloud untuk memastikan konsistensi di seluruh ekosistem Aruna.
Walesa membandingkan dengan pengetahuan tradisional nelayan dalam memahami cuaca di laut dan menemukan lokasi penangkapan ikan yang terbaik. Berapa banyak ikan yang ditangkap dan dijual menjadi tergantung kepada keberuntungan dan cuaca, dengan peningkatan suhu dan pola cuaca non-musiman akibat perubahan iklim semakin mempengaruhi hasil tangkapan.
Aplikasi Aruna Heroes, kata Walesa, dapat memberikan informasi kepada nelayan tentang metode penangkapan ikan yang berkelanjutan dan regulasi yang berlaku. Pada 2021, Aruna meluncurkan pelacak GPS dalam aplikasi untuk membantu nelayan menghindari perikanan ilegal dan meningkatkan keuntungan mereka melalui penelusuran jejak penangkapan ikan.
"Dengan Google Cloud, kami dapat mengatasi semua kebutuhan komputasi dan data kami dalam satu tempat, sehingga kami dapat berfokus pada membangun ekosistem yang meningkatkan penghidupan para nelayan," katanya.
Ia menambahkan bahwa aplikasi frontend dan sistem bisnis yang dipilih dapat dengan cepat diskalakan tanpa gangguan menggunakan Google Kubernetes Engine (GKE). Lalu, dengan BigQuery, tim dapat membantu nelayan membuat keputusan yang lebih baik tentang di mana dan apa yang harus ditangkap.
Aplikasi Aruna Heroes yang berkomitmen untuk meringkas rantai pasok produk perikanan dengan menghubungkan nelayan skala kecil ke pasar global melalui teknologi. Foto: Play Store
Walesa kembali membandingkan dengan praktik nelayan tradisional di desa-desa terpencil yang menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak yang kemudian menyimpan dan mengangkut ikan ke pasar yang lebih besar. Melalui Aruna, nelayan memperoleh akses langsung ke pedagang besar dan konsumen di seluruh Indonesia dan luar negeri, tanpa perlu khawatir tentang logistik dan persetujuan ekspor.
"Menurut Center for Impact Investing and Practices, pendapatan nelayan dapat meningkat 3 hingga 12 kali setelah bergabung dengan Aruna," kata Walesa sambil menambahkan hingga saat ini, Aruna telah membantu lebih dari 39 ribu nelayan di 31 provinsi di Indonesia untuk mendapatkan akses ke pasar global.
Tantangan di Desa Nelayan di Indonesia Timur
Namun, tentu saja, upaya Aruna mengubah perikanan tradisional itu dengan aplikasi seluler membawa serta aneka tantangan. Satu di antaranya adalah kenyataan hanya 25 persen nelayan yang menggunakan smartphone di daerah pedesaan di Indonesia timur karena keterbatasan pasokan listrik dan tingkat literasi digital yang rendah.
Selain bekerja dengan pemerintah lokal untuk meningkatkan akses teknologi dengan panel surya dan internet satelit, Aruna akhirnya merekrut pemuda yang terampil dalam penggunaan ponsel untuk membantu para nelayan beralih ke dunia digital. Tapi, inipun, tak bisa langsung melatih para nelayan.
“Kalau langsung ajarinelayannya susah dan kaku,” kata Walesa. Maka langkah yang diambil adalah mengenal lebih mendalam keluarga nelayan yang dituju dan mengajarkan aplikasi melalui anak nelayan tersebut walau masih duduk di bangku SMP atau SMA. "Komunikasi lewat anak terasa lebih mengena dengan gaya bahasa yang berbeda," katanya lagi.
Walesa yang bekerja bagian training teknologi tersebut mengaku harus ikut hidup di desa 2-4 minggu setiap bulannya. Kemudian, masih ditambah pendampingan online setiap hari. “Ada check point setengah jam, itu juga kalau ada internet,” kata dia.
Menurut Walesa, ada berbagai cerita yang mengiringi di setiap daerah atau desa nelayan yang dirambah teknologi Aruna. Butuh persyaratan pendekatan dan pengetahuan terhadap budaya setempat sebelum tim teknologi masuk. “Ketika salah omong," dia mengungkapkan, "Ada beberapa kejadian yang sempat diancam menggunakan senjata tajam."
Pada titik lokasi yang dibuka untuk dibina, Aruna sebenarnya mengharapkan warga dengan kriteria sudah S1 atau S1 perikanan. Hal yang terjadi, warga lokal yang sudah S1 tidak mau kembali ke daerah asal. Hal lain mencari lokasi dengan budaya sesuai. “Saat buka area, screening orang juga cukup seru. Kami harus cari orang yang selokal mungkin,” ujarnya.
Lalu contoh tantangan lainnya adalah saat mencari suplai. Tim Aruna tak jarang menelusurinya dari mulut ke mulut. “Misal, order untuk rajungan sedang naik, cari ke mana lagi ya?” kataya. "Warga yang telah dibina biasanya memberitahu adanya suplai yang cocok di desa lain, bahkan di provinsi lain lalu mengantarkan tim ke desa yang dimaksud."
Pilihan Editor: Dosen ITB Beberkan Kelebihan dan Kelemahan Kalau Pertamax Dicampur 5 Persen Etanol Seperti Rencana Rilis Bioeteanol Pertamina per Juni 2023 Ini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.