TEMPO.CO, Semarang - Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran atau PIP Semarang mengaku mengalami kekerasan hingga mengalami kencing darah. Siswa sekolah kedinasan di bawah Kementerian Perhubungan tersebut diduga mengalami kekerasan yang dilakukan oleh sesama taruna hingga pengasuh.
Korban diduga mengalami kekerasan sejak mulai masuk sebagai calon taruna di PIP Semarang pada 17 September 2022. Masa orientasi tersebut berlangsung hingga tiga bulan.
Kekerasan pertama yang dialami korban, berdasarkan pengakuannya, terjadi pada 17 Oktober 2022 atau satu bulan sejak dia masuk PIP Semarang. "Oleh pengasuhnya," kata orang tua korban pada Rabu, 14 Juni 2023.
Dia mengalami kekerasan ketika persiapan akan menjalani apel malam. Saat itu korban membuka topi karena merasa ada binatang di kepalanya dan dilihat oleh pengasuhnya. "Korban didatangi, langsung dipukul. Tanpa bicara dulu," katanya.
Orang tua bercerita, korban dipukul menggunakan tangan pada bagian kepala kiri, kanan, atas, dan depan. "Lebih dari sepuluh kali," kata dia.
Kemudian korban ditendang kakinya pada bagian tulang kering oleh pengasuh tersebut yang bersepatu. "Akibat pemukulan itu korban matanya merah sekali. Sampai hampir dua minggu," ujarnya.
Kejadian kekerasan kedua yang dialami korban dilakukan oleh kakak tingkatnya. Korban dipukul sekitar sepuluh kali pada kepala bagian belakang menggunakan sarung tinju. Orang tua korban kemudian menemui pimpinan PIP, namun setelahnya korban kembali mengalami kekerasan yang ketiga pada Desember 2022.
Korban kemudian sempat mengambil cuti dari studinya. Hingga awal Mei 2023 korban kembali menjalani pendidikan di PIP Semarang. Namun, kekerasan kembali dilaporkan terjadi padanya, tepatnya pada Selasa, 13 Juni 2023.
Pendamping hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Semarang, Ignatius Radite, mengatakan telah melaporkan kejadian tersebut ke Kementerian Perhubungan, Ombudsman, kepolisian, dan sejumlah lembaga lainnya. Perkembangan terkini, setelah mengalami kekerasan terbaru, korban kembali dijemput keluarganya dan dibawa pulang.
Dia merinci dampak kekerasan fisik yang dialami korban adalah darah menggumpal di mata, kencing darah, tulang hidung bergeser, memar, pusing, luka dalam, dan sampai sekarang gampang sakit perut. "Hingga kini korban masih mengalami trauma. Dia di sana dihina diejek," kata Radite.
PIP Semarang belum memberikan tanggapan terkait dugaan kekerasan di institusi pendidikan tersebut. Ketika Tempo datang ke sekolah tersebut hendak meminta keterangan secara langsung, petugas setempat tidak diizinkan dengan alasan belum ada janji sebelumnya.
Pilihan Editor: Layar Luar Samsung Galaxy Z Flip5 Akan Jalankan Aplikasi Google Khusus