TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah faktor berada di balik cuaca hujan yang persisten, atau bertahan sepanjang hari, di Jabodetabek pada Jumat 16 Juni 2023. Sebagian faktor itu diprediksi masih akan bertahan untuk beberapa hari ini.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN, Didi Satiadi, menyebut faktor-faktor itu sebagai gangguan. Dia menunjuk, antara lain, pusat tekanan rendah dan sirkulasi siklonik di Samudera Hindia.
Lewat pesan tertulis dia menuturkan, "Sirkulasi siklonik tersebut membentuk konvergensi angin, uap air, pertumbuhan awan, dan hujan terutama di wilayah sekitar Jawa Barat, Selat Sunda, dan Lampung."
Selain itu, ditunjukkannya pula gangguan gelombang atmosfer atau Rossby. Gelombang bergerak ke barat menyebabkan wilayah tersebut memasuki fase basah sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan. Ini yang disebutnya, "Dapat berlangsung hingga beberapa hari ke depan."
Namun, Didi mengingatkan, wilayah Pulau Jawa umumnya sedang berada dalam kondisi musim kemarau. Bahkan perlu mewaspadai meningkatnya fenomena El Nino di bulan Juli yang berdampak curah hujan semakin minim--senada dengan peringatan dari BMKG, bahwa El-Nino dapat meningkatkan potensi kekeringan dan juga karhutla.
Demikian pula potensi terjadinya fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) positif bersama dengan El-Nino, yang dapat meningkatkan potensi kekeringan terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Terpisah, Erma Yulihastin, juga peneliti di BRIN, mengatakan kalau Meso-scale Convective System, penyebab hujan awet di Jabodetabek pada Jumat, telah meluruh sepenuhnya. MCS adalah sistem klaster awan badai gabungan yang dibentuk dari awan kumulonimbus yang sangat besar dan luas.
Proses 3 badai Meso-scale Convective System (MCS) dari Samudera Hindia yang saling terangkai dan bergabung di balik hujan awet dan luas di Jabodetabek, Jumat 16 Juni 2023. FOTO/Twitter
Sebagai gantinya, doktor klimatologi itu memantau adanya sumber kelembapan di Samudera Hindia dekat Sumatera bagian selatan yang dapat membentuk MCS kembali. "Samudera Hindia sedang aktif memproduksi vorteks yang meluas dan mengirimkan MCS-nya ke barat Indonesia," kata dia.
Pada Jumat, dia menerangkan, badai-badai MCS di Samudera Hindia itu menjalar menuju Sumatera dan Jawa. Sebanyak 3 MCS kemudian saling terangkai, bergabung, meluaskan hujan di Jabodetabek.
Pilihan Editor: Begini Sam Altman Jawab Menteri Nadiem Soal ChatGPT di Bidang Pendidikan