TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa hari terakhir prakiraan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan kabut melanda Jambi dan Pekanbaru, sedangkan kondisi berasap melanda Banjarmasin.
Didi Satiadi, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan tangkapan layar peta Indonesia dari ventusky.com memperlihatkan curah hujan yang relatif tinggi di wilayah Sumatra, termasuk Pekanbaru, pada tanggal 26 Juni 2023.
Hal ini terjadi karena adanya sirkulasi angin di Samudra Hindia dan konvergensi di sekitar Selat Malaka, yang membawa uap air ke wilayah tersebut. “Meningkatnya curah hujan dan uap air meningkatkan potensi terbentuknya kabut di dekat permukaan,” jelasnya, Rabu, 28 Juni 2023.
Sebaliknya, menurut Didi, kondisi di sekitar wilayah Banjarmasin yang relatif kering meningkatkan potensi terjadinya karhutla yang dapat menghasilkan asap. Data dari www.nasa.gov juga memperlihatkan titik hotspot dengan warna merah di sekitar wilayah Banjarmasin pada tanggal 25-28 Juni 2023. “Namun, karhutla atau bukan perlu dikonfirmasi di lapangan,” ujarnya.
Didi menjelaskan karakteristik asap (smoke) sangat berbeda dari kabut (fog). Apabila kabut terdiri dari butir air, maka asap terdiri dari butir aerosol. Kabut dan asap dapat bergabung membentuk kabut-asap (smog) yang berbahaya untuk kesehatan.
Perkiraan ke depan
Berdasarkan data gatotkaca.brin.go.id, Didi mengatakan wilayah Indonesia masih berada dalam fase basah gelombang Rossby pada tanggal 27 Juni 2023. Gelombang Rossby adalah salah satu gelombang atmosfer di wilayah ekuator yang bergerak ke arah barat dan dapat bertahan hingga 7-10 hari.
Ketika Gelombang Rossby aktif, terjadi peningkatan kandungan uap air yang meningkatkan potensi pertumbuhan awan dan hujan. Jika dilihat dari tangkapan layar, wilayah Indonesia yang cenderung lebih basah, antara lain Sumatra, Kalimantan bagian utara, dan juga Maluku.
Selanjutnya perlu mewaspadai meningkatnya fenomena El-Nino beberapa bulan ke depan, seperti telah diperingatkan oleh BMKG, yang dapat meningkatkan potensi kekeringan dan juga karhutla. Demikian pula potensi terjadinya fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) positif bersama dengan El-Nino, yang dapat meningkatkan potensi kekeringan.
Namun demikian, pengaruh dari fenomena gangguan dan gelombang atmosfer juga perlu mendapat perhatian karena dapat mengubah pola cuaca. Demikian pula pengaruh dari fenomena perubahan iklim yang semakin meningkat dapat menyebabkan perubahan pola cuaca dan musim yang lebih sulit untuk diprediksi.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.