TEMPO.CO, Bandung - Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bandung Ira Dewi Jani mengatakan akan menguji coba penggunaan bakteri wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti untuk mencegah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue atau DBD di Kecamatan Ujungberung pada Oktober 2023. “
"Kita sudah uji coba resistensi juga dengan menangkap nyamuk dan telur di Ujungberung. Tahapannya dijalankan,” kata Ira dalam dari keterangannya, Selasa, 29 Agustus 2023.
Ira mengatakan Kecamatan Ujungberung dipilih menjadi lokasi pengujian penggunaan bakteri wolbachia karena daerah tersebut masuk dalam 10 kecamatan dengan kasus DBD tertinggi di Kota Bandung. Untuk pengujian tersebut, Kepala UPT Puskesmas Ujungberung sudah mendapat pelatihan mengenai inovasi wolbachia di Yogyakarta.
“Dukungan lintas sektor kewilayahannya juga bagus. Apalagi ini pilot project, jadi harus ada dukungan juga dari masyarakat. Maka dari itu, Ujungberung dipilih sebagai pilot project wolbachia,” kata Ira.
Yogyakarta menjadi rujukan karena menjadi daerah pertama di Indonesia yang menerapkan pemanfaatan bakteri wolbachia untuk pencegahan penyakit DBD. Uji coba wolbachia di Yogyakarta menunjukkan penurunan kasus DBD hingga 70 persen.
Selanjutnya Kementerian Kesehatan memilih Kota Bandung menjadi satu dari lima kota yang menjadi pilot project penerapan bakteri wolbachia untuk penanggulangan DBD karena Kota Bandung termasuk daerah endemis penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Bakteri wolbachia merupakan bakteri yang bisa ditemukan dalam keseharian. Bakteri tersebut misalnya berada dalam tubuh lalat buah.
Penerapan wobhacia tersebut dengan cara menyuntikkan bakteri wolbachi pada telur nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor penyebaran virus dengeu yang menjadi penyebab penyakit DBD. Telur nyamuk Aedes aegypti tersebut kemudian menetas menjadi nyamuk dewasa.
Jika nyamuk tersebut menggigit pengidap virus dengue, maka virus tersebut akan mati dibutuh nyamuk yang memiliki bakteri wolbachia di tubuhnya. Dengan cara tersebut penyebaran virus dengue lewat nyamuk akan dihentikan.
"Jangan takut kalau bakteri wolbachia akan masuk ke tubuh manusia. Ukuran bakteri tersebut lebih besar daripada moncong nyamuk. Sehingga saat nyamuk menggigit manusia, bakteri wolbachia tidak akan masuk ke dalam tubuh,” kata Ira.
Pada implementasinya, Dinas Kesehatan Kota Bandung akan menitipkan ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti yang telah disuntikkan bakteri wolbachia. Harapannya, saat nyamuk dengan bakteri wolbachia tersebut menetas perlahan akan menggantikan nyamuk Aedes aegypti yang telah memiliki virus dengue.
Nyamuk dengan bakteri wolbachia juga bisa kawin dengan nyamuk lokal yang otomatis telur-telurnya juga akan memiliki bakteri wolbachia sehingga tidak akan bisa menjadi perantara virus dengue juga.
“Telur-telur yang sudah disuntikkan wolbachia ini diproduksinya di lab entomologi atau lab serangga. Kota Bandung itu dapatnya dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Salatiga,” kata Ira.
Ira mengatakan tantangan implementasi inovasi ini pada pilihan lokasi penempatan ember berisi telur nyamuk yang mengandung bakteri wolbachia. Dipastikan lokasi tersebut nantinya malah akan jadi banyak nyamuk.
Jika masyarakat terganggu, boleh membunuh nyamuk tersebut asalkan ember berisi telur nyamuk tersebut dibiarkan hingga nyamuknya menetas. "Kita cuma minta tolong titip telur di ember ini saja. Telur-telurnya jangan diganggu dulu sampai menetas semuanya dan jadi nyamuk dewasa," kata Ira.
Ira mengatakan rencananya ada 33 ribu ember berisi telur nyamuk yang mengandung bakteri wolbachia yang akan disebar di seluruh wilayah Kota Bandung. Penyebarannya sendiri akan menimbang sebaran jumlah hunian dan luas wilayahnya.
“Di skema ini, nyamuk Aedes aegypti akan tetap ada untuk keseimbangan ekologis. Tapi dia sekarang sudah mengandung bakteri wolbachia supaya bisa menghentikan penyebaran virus dengue,” kata Ira.
Menurut Ira, inovasi bakteri wolbachia tersebut sekaligus untuk penggunaan paparan kimia yang selama ini dikhawatirkan penggunaannya tidak sesuai dengan indikasi. Inovasi bakteri wolbachia diklaimnya lebih aman bagi lingkungan dan biayanya lebih murah dengan membandingkan pencegahan DBD yang selama ini menggunakan sistem fogging.
“Kalau memang ini bisa diterapkan secara merata, harapannya angka kasus bisa turun karena virus dengue sudah tidak ada. Lalu, fogging juga bisa berkurang, sehingga dananya bisa dialihkan ke hal lain yang lebih penting,” kata Ira.
Meski begitu, penerapan wolbachia ini bukan berarti akan menggantikan seluruh upaya pencegahan DBD yang hingga kini sudah dilakukan yakni gerakan 3M (menguras, menutup, dan mengubur), foging serta gerakan satu rumah satu juru jumantik. "Ini sebagai komplementer karena dengan upaya yang selama ini kita lakukan saja kasus DBD masih belum tuntas hilang. Sedangkan inovasi wolbachia ini sudah terbukti di Yogyakarta,” kata dia.
Pilihan Editor: Mengenal Robot Pengusir Nyamuk buatan Mahasiswa UGM