TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan peraturan baru perihal kampanye pemilihan umum atau pemilu 2024 melalui putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023. Regulasi tersebut memperbolehkan tempat pendidikan dijadikan sebagai salah satu tempat untuk berkampanye. Kebijakan ini lantas menuai pro dan kontra, salah satunya berisiko menyenggol prinsip netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebagaimana telah diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Apabila aturan ini dilanggar, maka akan ada hukuman sebagai konsekuensinya, mulai dari hukuman disiplin ringan hingga hukuman paling berat yakni pemberhentian secara tidak hormat.
Staf Ahli Bidang Regulasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nur Syarifah mengatakan pihak rektorat punya kewajiban untuk memastikan agar kampanye yang dilakukan di kampus tak berisiko merusak aset. "Maka, kehadiran staf-staf perguruan tinggi di area kampanye itu menjadi satu hal yang niscaya," ujarnya dalam diskusi daring 'Menelaah Kampanye Pemilu 2024di Lembaga Pendidikan' pada Kamis, 21 September 2023 yang digelar oleh The Indonesian Institute.
Nur mengatakan kehadiran staf-staf dari perguruan tinggi tersebut hanya sebatas untuk menjaga keamanan, memastikan tidak adanya kerusakan dan semacamnya terhadap aset kampus. Hal ini yang kemudian diwanti-wanti olehnya agar tidak disalahartikan dan disangkutpautkan dengan netralitasnya sebagai perangkat ASN.
"Jadi, harus betul dipastikan kehadirannya dalam kapasitas sebagai peserta kampanye, atau sebagai penanggung jawab tempat pendidikan itu," kata Nur.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari memperjelas soal usulannya terkait kampanye di kampus pada Pemilu 2024 dan Pilpres 2024. Ia menyatakan peserta pemilu boleh berkampanye di kampus namun dengan beberapa catatan yang harus dipenuhi.
Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 Ayat 1 huruf H, kata Hasyim, memuat soal larangan soal kampanye, yakni pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, ibadah dan tempat pendidikan. Dalam penjelasan pasal itu menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Jadi kampanye di kampus itu boleh dengan catatan yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaganya, boleh (kampanye)," kata Hasyim.
Catatan lainnya, setiap peserta pemilu harus diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama jika berkampanye di kampus.
Pilihan Editor: Soal Kampanye di Kampus, Kemendikbud Ingatkan Tiga Potensi Masalah