TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menghimpun masukan untuk perencanaan program strategis Nusantara Konstelasi Satelit dari berbagai multidisiplin dan publik sebagai bagian dengar publik dan advokasi kebijakan.
BRIN menggelar talkshow dengan tema “Nusantara Konstelasi Satelit untuk Pembangunan Berkelanjutan” di Gedung ICC, Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, pada hari Sabtu, 23 September 2023.
Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Robertus Heru Triharjanto mengatakan program Nusantara Konstelasi Satelit ini terdiri dari 18 satelit dengan misi penginderaan jauh resolusi tinggi, sangat tinggi (optik dan SAR) dan komunikasi IoT, 1 satellite relay.
“Nantinya untuk menjawab kebutuhan pemantauan illegal fishing, kriminal di maritim, polusi, pemetaan-salah satunya di perbatasan negara, mangrove/kehutanan, perdagangan karbon, dan land subsidence sebelum dan setelah bencana, dan strategis lainnya di Indonesia,” ujar Heru Triharjanto lewat rilis yang dibagikan, Sabtu.
Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar Pertanahan dan Ruang, Kementerian ATR/BPN Herjon CM Panggabean menambahkan, kebutuhan data dan layanan resolusi tinggi dan sangat tinggi saat ini dan kedepan dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan penataan ruang, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), hingga tingkat terkecil di level pemerintahan kecamatan.
“Pemerintah daerah adalah user terbesar, dan selama ini kami mendapatkan dukungan data dari BRIN. Kami mendukung program ini dan berharap dapat terlaksana segera pada 2025,” harapnya.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito mengatakan bahwa kegiatan pemanfaatan penginderaan jauh telah berlangsung di Indonesia sejak 1970 an dengan mengembangkan stasiun bumi penerima data satelit seri NOAA. Selain itu, pada 1980 stasiun bumi LAPAN sudah dapat menerima data satelit Himawari.
Pada 1984 dibangun Stasiun Bumi Satelit Sumber Daya Alam (SBSSA) di Pekayon, Jakarta Timur, kemudian Stasiun Bumi Pare-pare. “Layanan data dan informasi penginderaan jauh memiliki pangsa pasar terbesar selain telekomunikasi di sektor hilir ekonomi antariksa di Indonesia,” kata Mego.
Indonesia telah memiliki regulasi yang cukup melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, yang mengatur kegiatan sains antariksa, penginderaan jauh, penguasaan teknologi, peluncuran, komersialisasi di Indonesia, dan produk turunan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Penginderaan Jauh.
Sebelumnya, dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2012, LAPAN (kini terintegrasi ke dalam BRIN) ditugaskan sebagai pemegang single government liaison. Program penyelenggaraan penginderaan jauh telah tertuang dalam Program Jangka Menengah (2020-2025) dan Panjang dalam Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2017 tentang Roadmap Kegiatan Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2017-2040. Peranan BRIN merupakan space agency, fungsi wali data dan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional.
Kemudian, Direktur Pendidikan Tinggi dan IPTEK Bappenas Andri N.R Mardiah memandang, usulan pengembangan konstelasi satelit sejalan dengan amanat Undang-Undang Keantariksaan, Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017-2045, Perpres No. 45 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Keantariksaan, dan mendukung rancangan RPJPN 2025-2045.
Utamanya, dalam transformasi ekonomi dan payung kebijakan dirasa cukup dan terbuka untuk mendukung program Nusantara Konstelasi Satelit, baik dari sisi penguasaan iptek, dan pencapaian prioritas lainnya terkait transformasi digital, pembangunan berkelanjutan, tata ruang, perwilayahan, dan industri.
Turut hadir dan menjadi panelis, APRSAF Executive Committee Co-Chair, yang juga Direktur Departemen Riset dan Hubungan Internasional, Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) Akira Kosakan. Dia mengungkapkan, akselerasi ekonomi keantariksaan melalui kemitraan regional menjadi tema utama APRSAF dan global saat ini.
Menurutnya, kunci untuk mempercepat akselerasi ekonomi keantariksaan adalah membangun kerja sama (pemerintah, badan antariksa, dan pelaku swasta). “ALOS generasi 4 adalah contohnya, dan direncanakan akan diluncurkan pada 2024, yang merupakan satu satu contoh konstelasi satelit dibiayai kementerian dan manufaktur di industri,” kata Akira.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.