TEMPO.CO, Jakarta - Sion Oagai dan Horas Elopere adalah dua sahabat yang berasal dari Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan. Sejak SD, keduanya bersaing untuk meraih ranking terbaik. Kini, keduanya kompak menempuh pendidikan sekolah menengah atas di SMA BOPKRI Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan beasiswa.
Sion dan Horas sama-sama mendapatkan beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) yang mengantarkan mereka menuntut ilmu di Yogyakarta. “Puji Tuhan, karena memiliki prestasi yang baik, kepala sekolah mendaftarkan kami untuk mengikuti ADEM ini,” ujar Horas, Senin, 13 November 2023 dikutip dari laman Kemendikbud.
Demi menuntut ilmu setingginya
Cita-cita menjadi alasan bagi Sion dan Horas memilih untuk merantau dan melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta. “Alasan saya mau keluar dari Papua karena ingin belajar di kota pendidikan Yogyakarta,” kata Sion.
Sion bermimpi bisa sekolah di Australia. Sementara Horas ingin menjadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab ketika harus keluar dari Papua.
Keduanya juga memiliki cita-cita berbeda. Sion yang merupakan kelas XI IPS memiliki cita-cita untuk menjadi guru Geografi.
Sion sangat menyukai bidang geografi dan berharap dapat melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik).
Sementara Horas, siswa kelas XI IPA bercita-cita menjadi anggota DPR. Sebab, ia ingin membangun tanah kelahirannya Papua. Setelah lulus SMA ini, ia berharap bisa melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Selama di perantauan, keduanya saling menguatkan. Mereka bertekad untuk menyelesaikan pendidikannya hingga melanjutkan kuliah demi masa depan.
“Sebetulnya kami rindu akan kampong halaman, tapi kami harus sukses dulu minimal bisa lulus SMA dengan baik dan melanjutkan kuliah dengan mendapatkan beasiwa ADik demi menggapai cita-cita kami,” kata Horas.
Keduanya tinggal di asrama bersama dengan pelajar asal Papua lain.
Horas mengatakan tantangan terberat ketika tinggal di Yogyakarta adalah melakukan pekerjaan rumah, seperti mencuci pakaian yang sebelumnya biasa dilakukan orang tuanya dan harus bangun pagi. Sementara Sion, mengatakan hal terberat adalah ketika harus mendengar kabar tidak baik dari tanah kelahirannya sedangkan ia sendiri tidak bisa pulang.
Sion dan Horas juga mengaku mulanya mengalami kesulitan karena menyesuaikan materi pelajaran yang berbeda seperti di Papua. “Mata pelajaran yang sulit menurut saya adalah bahasa Inggris dan Biologi, Namun, kami masih bisa mengejar nilai dengan baik terkait mata pelajaran yang sulit karena didukung oleh guru-guru yang baik,” kata Horas.
Cerita unik
Sion bercerita hal menarik sebelum ia dan Horas merantau. Ia mengaku ditetapkan lebih dulu menerima beasiswa ADEM Papua. Namun, jika Horas tidak berhasil mendapatkan beasiswa tersebut, maka orang tua mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan program beasiswanya.
“Kami harus tetap sekolah di Papua, jika salah satu dari kami tidak menerima beasiswa ADEM,” ujar Sion.
Kabar baik akhirnya datang. Horas juga diterima dan mereka bisa bersama-sama melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. “Puji Tuhan, kami sangat senang bisa berjuang bersama lagi,” kata Horas.
Selama sekolah di Yogyakarta, keduanya mengaku mendapatkan uang saku sebesar Rp 300 ribu yang diberikan per minggu. Di SMA BOPKRI Banguntapan sendiri, terdapat 11 siswa penerima beasiswa ADEM Papua yang terdiri dari 7 siswa kelas XI dan 4 siswa kelas XII.
Pilihan Editor: 7 Jenis Cendrawasih, Burung Surga yang Hidup di Indonesia