TEMPO.CO, Bandung - Penjabat Sekretaris Daerah Jawa Barat Mohammad Taufiq Budi Santoso mengatakan, terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja mencabut syarat rekomendasi teknis pemerintah provinsi sebagai syarat perizinan pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU).
Pembangunan masif di KBU menjadi sorotan setelah peristiwa banjir bandang Sungai Cikapundung awal tahun ini. Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin meminta Bappeda mengevaluasi perizinan di KBU.
“Semua yang ada di perda asumsinya sudah diterjemahkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang ada di KBU, termasuk RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), sehingga dasar untuk perizinan itu RDTR. Jadi kalau semua sudah diterjemahkan sebetulnya tidak masalah dengan mekanisme perda yang tidak diacu dan tidak perlu rekomendasi pemprov,” kata dia, Senin, 22 Januari 2024.
Taufiq mengatakan, rekomendasi teknis Pemprov Jabar dalam pemberian izin pembangunan di KBU tertuang dalam Perda 2 tahun 2016. Rekomendasi teknis tersebut sedianya merupakan mekanisme kontrol untuk mengendalikan pemberian perizinan di KBU.
Perda tersebut memang belum dicabut, namun sudah dinyatakan tidak berlaku dengan terbitnya UU Cipta Kerja. “Secara normatif kita belum cabut, tapi dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja, dia secara otomatis tidak berlaku lagi,” kata dia.
“Yang dievaluasi sekarang adalah oleh Bappeda untuk melihat kesesuaian antara pemanfaatan ruang yang ada dengan rencana tata ruang yang sudah ada. Kalau ternyata ada yang perlu diselaraskan, maka nanti ada rekomendasi atau surat kepada bupati/wali kota untuk meninjau kembali, paling tidak pemanfaatan ruang yang tidak sesuai atau kurang sesuai, sehingga perlu penyelarasan yang dilakukan kabupaten/kota,” kata Taufiq.
Taufiq mengatakan, RTRW dan RDTR saat ini menjadi satu-satunya kontrol untuk pengendalian pembangunan di KBU. Ia mengklaim, perlindungan KBU yang ada dalam Perda 2/2016 secara substansial sudah tertuang dalam RTRW dan RDTR. Seluruh proses perizinan tersebut juga sudah melewati mekanisme OSS (One Single Submision).
“Oleh kabupaten/kota nanti ditinjau apakah memang evaluasi dari pemprov itu bisa diterjemahkan sesuai dengan tata ruang mereka. Kalau itu ada yang perlu disesuaikan, maka kabupaten/kota harus melakukan mekanisme penyesuaian lagi. Tapi masalahnya kan sekarang OSS itu satu arah,” kata Taufiq.
Sebelumnya, Bey Machmudin meminta Bappeda mengevaluasi pengelolaan perizinan di KBU imbas dari banjir bandang yang melanda sepanjang Sungai Cikapundung dan mengakibatkan banjir di kawasan Braga, Kota Bandung.
Bey engatakan, sejumlah pihak menuding pembangunan masif di KBU menjadi penyebabnya. “Banjir kemarin itu ada yang menyampaikan itu karena KBU, ada juga karena debit air hujan tinggi. Kami akan evaluasi semua, termasuk soal kawasan-kawasan yang ada di sempadan,” kata dia. Bey mengatakan, khusus untuk permukiman yang berada di bantaran sungai idealnya direlokasi, tapi harus ada pendekatan di masyarakat.
Di awal tahun 2024 peristiwa banjir melanda permukiman padat di kawasan Braga Kota Bandung akibat banjir bandang Sungai Cikapundung. Banjir di kawasan Braga pada Kamis, 11 Januari 2024, tersebut mengakibatkan 11 rumah rusak berat, 20 rumah rusak ringan.
Di hari yang sama, pada Kamis, 11 Januari 2024, curah hujan ekstrem juga mengakibatkan Sungai Citarum meluap. Sungai yang meluap menjebol tanggul Sungai Cigede mengakibatkan banjir di Kampung Lamajang Peuntas, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Sekitar 2.000 warga mengungsi akibat banjir.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.