TEMPO.CO, Jakarta - Dalam debat kedua yang digelar pada Minggu malam, 21 Januari 2024, cawapres Gibran Rakabuming Raka kembali melontarkan sejumlah singkatan dan terminasi. Di antaranya adalah teknologi tangkap dan simpan emisi karbon, Carbon Capture Storage.
Wali Kota Solo itu menyinggung CCS sebagai salah satu solusi ketika menjawab pertanyaan moderator tetang kebijakan pembangunan rendah karbon yang berkeadilan.
Sebelumnya, Gibran juga menanyakan regulasi yang mengatur teknologi ini untuk menyudutkan cawapres lain saat debat yang pertama.
"Jika kita bicara masalah karbon, tentunya kita harus menyinggung juga masalah pajak karbon, carbon storage dan juga carbon capture," ucap putra Presiden Joko Widodo ini, antara lain.
Mengagungkan Carbon Capture Storage, Gibran justru menuai kritik dari Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional Walhi, Satrio Manggala. Walhi menganggap teknologi carbon capture storage atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS) telah dianggap gagal mencapai tujuannya atau gagal memenuhi ekspektasi.
Teknologi carbon capture and utilisation (CCU) menangkap karbon dioksida dari atmosfer, secara langsung dari udara atau menyerapnya dari sumber-sumber polusi. Karbon yang ditangkap lalu dialihkan untuk digunakan dalam proses seperti pembuatan bahan bakar, plastik dan beton.
Tidak seperti teknologi yang sebatas menangkap karbon, teknologi CCUS tidak menyimpan CO2 lama-lama. Teknologi ini menggunakan energi untuk mengubah CO2 itu menjadi bahan bakar, atau menggunakan C02 itu sendiri untuk mendorong proses-proses industri seperti ekstraksi minyak atau pertanian.
Tapi, Satrio menuturkan, laporan dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) telah menunjukkan bahwa 13 proyek CCS/CCUS berskala besar hanya menghasilkan total 39 juta ton CO2 per tahun. Padahal proyek itu, kata dia, termasuk lebih dari 50 persen operasi CCS/CCUS di seluruh dunia.
"Angka ini hanya sekitar 1/10.000 dari total 36 miliar ton emisi yang dibuang ke atmosfer pada 2021," ujar Satrio saat dihubungi, Senin 22 Januari 2024.
Sebelumnya, laman ini juga pernah menuliskan hasil kajian Kiane de Kleijne dari Radboud University, Belanda, dan koleganya yang dimuat dalam Jurnal One Earth terbit 18 Februari 2022. Disebutkan, sebanyak 32 dari proyek CCU malah mengemisikan karbon lebih banyak daripada yang ditangkap.
"Jika Anda terjebak dengan sebuah teknologi yang tidak memiliki potensi untuk benar-benar mereduksi emisi secara drastis, maka itu bisa jadi sebuah situasi yang tidak diinginkan," kata de Kleijne saat itu.
Selain malah lebih banyak mengeluarkan karbon, banyak teknologi senilai miliaran dollar itu sepertinya juga belum siap untuk dikerahkan pada skala besar. Sehingga mereka dinilai tidak membantu dalam usaha pencapaian target pengurangan emisi 2030 menurut Perjanjian Paris.
Menanggapinya, Guloren Turan dari Global CCS Institute, sebuah lembaga pemikir internasional yang mempromosikan penggunaan teknologi carbon capture, mengatakan bahwa teknologi CCU tidaklah seragam satu sama lain. "Ada sejumlah persepsi positif dari CCU, tapi poinnya adalah tidak semua teknologi CCU sama," katanya.
Piihan Editor: Pendaratan Wahana Antariksa Jepang SLIM di Bulan Berhasil tapi Bermasalah