Iffatul setuju bahwa pada masa sekarang tidak cukup lagi bagi seorang mufti untuk memberikan fatwa hukum tanpa menyertakan dalil-dalilnya. Bahkan, sudah menjadi tuntutan yang lazim bahwa setiap fatwa yang dikeluarkan harus disertai dengan ulasan singkat yang menjelaskan kenapa atau bagaimana sebuah dalil bisa membawa kepada sebuah kesimpulan fatwa hukum.
Namun, dalam kajiannya terhadap fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia, Iffatul mendapati bahwa ternyata MUI mempunyai dua kecenderungan yang terlihat bertolak belakang dalam pendekatannya terhadap sebuah permasalahan baru. Kadang-kadang MUI disebutnya terlihat sangat hati-hati dan memberatkan dengan mengeluarkan fatwa haramnya beberapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat.
Di sisi lain, dia menambahkan, "MUI kadang terlihat memudahkan atau menggampangkan ketika mengeluarkan fatwa dalam bidang medis dan pengobatan."
Beberapa dalil yang menjadi dasar hukum dalam fatwa MUI juga tidak lepas dari analisis kritis pengasuh Pondok Pesantren Unggulan Tahfizh & Sains (PPUTS) Darus Salam Torjun Sampang Madura ini. Satu-satunya perempuan yang pernah menjadi Ketua IV PCINU Mesir ini menegaskan harus dibedakan antara “kebutuhan” dan “keadaan darurat” dengan merujuk kepada pandangan para ulama klasik.
Menurut Iffatul, ketika sebuah tindakan medis dianggap sebagai kebutuhan yang bisa diposisikan sebagai sebuah keadaan darurat, maka sebuah fatwa hanya berlaku sampai aspek kedaruratannya bisa diselesaikan. "Jangan gampang-gampang pula menyatakan bahwa sebuah kebutuhan bisa mengabsahkan perubahan hukum dari haram menjadi boleh, tanpa pertimbangan yang lebih matang dan komprehensif."
Ulama perempuan ini menyatakan melihat realitas kebutuhan di masyarakat atas penjelasan yang lebih mendetail dalam beberapa aspek yang terkait dengan hukum yang difatwakan. Dengan demikian, kata dia, sebuah fatwa hukum sebaiknya tidak sekedar berbicara tentang halal, haram, atau boleh dan tidak boleh saja.
Sidang Disertasi Iffatul turut dihadiri Plt. Atase Pendidikan/Koord. Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI Kairo, Rahmat Aming Lasim; Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial Budaya KBRI Kairo, Arif Ramadhan; dan sekitar 200 penggiat, peneliti dan pelajar mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Universitas Al Azhar Kairo.
Pilihan Editor: Jakarta Utara Targetkan Tak Ada yang Pakai Air Tanah 2030