TEMPO.CO, Jakarta - Iffatul Umniati Ismail berhasil mempertahankan disertasi Doktoral bidang Ilmu Ushul Fikih di Universitas Al-Azhar (Putri) Kairo, Mesir, dengan predikat Summa Cum Laude. Disertasi milik salah seorang pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu berjudul “Ijtihad dan Fatwa dalam Merespons Isu-Isu Hukum Kontemporer: Kajian terhadap Fatwa MUI dalam Perspektif Ilmu Ushul Fikih".
Dalam sidang yang digelar Minggu, 25 Februari 2024, itu Iffatul mendapat pujian dari para pengujinya, yakni Mostafa Farag Fayyadh, Guru Besar Ushul Fikih, Fakultas Studi Islam dan Arab, Universitas Al Azhar Provinsi Kafr El Sheikh dan Mahmoud Hamed Utsman, Guru Besar Ushul Fikih, Syariah Qanun, Universitas Al Azhar, Provinsi Thanta. Iffatul antara lain disebutkan telah menulis sebuah disertasi berkualitas tinggi yang menerapkan ilmu-ilmu klasik Al-Azhar dalam konteks kemodernan.
"Ini adalah disertasi yang harus dibaca secara luas," kata Mahmoud dalam keterangan tertulis yang diterima TEMPO, Selasa 27 Februari 2024.
Dalam paparan disertasinya yang setebal 690 halaman itu, Iffatul menyatakan bahwa sangatlah urgen pada masa kini untuk mengarusutamakan ijtihad kolektif dalam menjawab aneka permasalahan kekinian. Dengan catatan, setiap anggota lembaga ijtihad kolektif tersebut seharusnya mempunyai kualifikasi-kualifikasi yang memadai untuk melakukan kajian hukum Islam langsung dari sumbernya.
"Anggota lembaga ijtihad kolektif ini tidak cukup dengan kapasitas representatifnya saja; misalnya karena mewakili satu segmen masyarakat atau organisasi tertentu," kata perempuan yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Menurut Iffatul, lembaga-lembaga fatwa dan ijtihad kolektif sekarang ini mempunyai tiga kecenderungan besar. Yang pertama adalah lembaga fatwa yang konsisten berpegang kepada salah satu madzhab yang mu’tabarah (absah). Dia mencontohkan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama dan Dar al-Ifta’ Yordania.
Yang kedua, lembaga fatwa dan ijtihad kolektif yang tidak berpegang kepada salah satu madzhab, namun mengklaim langsung mengambil hukum Islam dari sumbernya: Al-Qur’an, Hadits dan Ulama Salaf. Di antara model kedua ini, Iffatul merujuk kepada Al-Lajnah al-Da’imah lil-Buhuts al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’, Saudi Arabia dan Majlis Tarjih Muhammadiyah di Indonesia.
Ada juga model ketiga yang disebut Iffatul menggabungkan antara kedua model di atas. Menurutnya, Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah di Mesir, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ada dalam model ini.
Ketiga lembaga itu dinilai Iffatul tetap menjadikan pandangan para ulama madzhab sebagai referensi pokok dan kemudian mengelaborasikannya dengan pendalaman kajian Al-Qur’an, Hadits, Kaidah-Kaidah Fiqhiyah dan Ushuliyah. Begitu juga mengelaborasi dengan diskursus-diskursus pemikiran baru yang cukup supaya fatwa hukum yang dikeluarkan bisa lebih kontekstual.
Baca halaman berikutnya: disertasi Iffatul juga mengkritik fatwa-fatwa MUI