TEMPO.CO, Jakarta - Banjir besar dan luas di wilayah pantai utara di Demak dan Kudus, juga Jepara, Jawa Tengah, mengangkat kisah Selat Muria yang sudah lama terkubur. Selat itu pernah memisahkan Pulau Gunung Muria dari daratan Pulau Jawa hingga setidaknya empat abad lalu.
Hilangnya Selat Muria akibat sedimentasi pada abad ke-17 lalu antara lain diungkap dalam sebuah studi dari UGM yang dipublikasikan pada 2010. Studi itu memakai analisis citra satelit serta data geologi permukaan dan bawah permukaan pada lokasi di Kecamatan Sayung, Desa Kalikondang, dan Desa Bintoro, seluruhnya di Demak.
Perbincangan tentang Selat Muria dikuatkan dengan peta citra satelit yang merekam estimasi wilayah terendam banjir di Pantura Jawa Tengah pada Maret 2024 ini. Peta yang disediakan Google Earth Engine itu menunjukkan luasnya wilayah banjir di bagian selatan semenanjung Muria dan viral di media sosial.
"Gambar citra satelit banjir Demak 2024 membentuk pola aliran yang hampir sama persis dengan citra satelit Selat Muria pada abad 7 M dan abad 16 M. Apakah ini sebuah kebetulan?" cuit pemilik akun @nuruzzaman2 di antara yang mengunggah gambar peta itu.
Warga melintasi jalan Pantura yang terendam banjir di Karanganyar, Demak, Jawa Tengah, Minggu, 17 Maret 2024. Banjir yang disebabkan jebolnya tanggul Sungai Wulan pascahujan deras dari wilayah hulu itu merendam jalan nasional jalur Semarang-Surabaya, sementara arus lalu-lintas dialihkan ke jalur alternatif melalui Kabupaten Jepara dan Grobogan. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Sedangkan di antara yang menanggapinya adalah akun @ehmosoksih. Dia mengungkap kesaksiannya banyak menemukan batu karang seperti di laut di daerah tempat tinggalnya di Pati Selatan. Batu karang disebutnya bahkan di Pegunungan Kendeng. "Ternyata dugaan saya benar kalau kami dulu penghuni bikini bottom," cuitnya merujuk kepada setting lokasi dalam film serial animasi SpongeBob SquarePants.
Pati adalah tetangga Kudus. Sedangkan Pegunungan Kendeng adalah yang termasuk pernah dipisahkan oleh selat dari Pulau Gunung Muria.
Curah Hujan di Balik Banjir Daerah Eks Selat Muria
Banjir terkini di pantura Jawa Tengah diketahui dipicu oleh curah hujan yang intensif hampir sepanjang pekan lalu hingga membuat banyak sungai meluap. Di wilayah Demak, banjir besar terulang kembali karena tanggul sungai yang jebol lagi pada Minggu 17 Maret 2024.
Cuaca hujan persisten berhari-hari itu dipengaruhi dinamika atmosfer, antara lain, keberadaan bibit siklon di Samudera Hindia di selatan Jawa. Bibit siklon ini yang pekan sebelumnya berada di balik hujan yang menyebabkan bencana di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, dan daerah sekitarnya.
Berada di selatan Jawa mulai 11 Maret lalu, bibit siklon yang pergerakannya dari timur ke barat itu mengalami perlambatan saat tepat berada di selatan Jawa Tengah. Sebabnya, tumbuh dua bibit siklon di sebelah timurnya, di utara Australia.
Pada hari itu, 14 Maret, BMKG mencatat curah hujan harian di Semarang mencapai 189 milimeter atau tergolong ekstrem. Banjir besar dan luas melanda kota langganan banjir rob itu karena luapan sungai-sungai yang melintasinya.
Di wilayah Demak, BMKG mengukur curah hujan yang sampai 123 mm (sangat lebat) pada periode 14 Maret pagi sampai 15 Maret pagi keesokan harinya. Hujan kategori yang sama terukur pada 17 dan 18 Maret lalu, yakni sampai 113 dan 105 mm per hari. Pada 17 Maret, seperti diketahui, tanggul Sungai Wulan di Karanganyar, Demak, kembali jebol.
Truk terjebak banjir di jalan Pantura, Karanganyar, Demak, Jawa Tengah, Senin, 12 Februari 2024. Banjir yang disebabkan jebolnya tanggul Sungai Wulan itu masih merendam jalan utama Semarang-Surabaya sejak sejak lima hari yang lalu atau 8 Februari 2024. Tanggul jebol kembali pada 17 Maret 2024 dan banjir besar terulang. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Di Jepara, BMKG mengukur sejumlah wilayah menerima curah hujan sangat lebat sepanjang 14 Maret pagi sampai 15 Maret pagi. Dari 19 stasiun pengamatan yang ada, sebanyak 8 di antaranya mencatatkan curah hujan 105 sampai 141 mm yang termasuk dalam kategori hujan sangat lebat.
Beberapa wilayah kembali mencatatkan hujan sangat lebat dan bahkan ekstrem (lebih dari 150 mm per hari) pada 17 Maret.
Pilihan Editor: Penerbit Akhirnya Cabut Publikasi Ilmiah Situs Gunung Padang dari Jurnal, Ini Alasannya