TEMPO.CO, Jakarta - Tim peneliti di Pusat Studi Hak Asasi Manusia (HAM) Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin mengkaji proses Ibu Kota Negara (IKN), tentang bagaimana undang-undang juga peraturan presiden serta implementasinya. Kajian bertolak dari pembahasan bahwa HAM menjadi esensi positif dari elemen hukum dan pembangunan namun pembangunan tidak selalu selaras dengan HAM itu sendiri.
Mirza Satria Buana, Kepala Pusat Studi HAM Universitas Lambung Mangkurat, mengungkap itu saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Budaya yang diselenggarakan Pusat Riset Masyarakat dan Budaya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin 13 Mei 2024. Guru Besar Fakultas Hukum itu merujuk ke sebuah sumber artikel ilmiah “The Nusantara Capital City Project: Why Development and Human Rights Do Not Always Mix”.
Mirza lalu mengutip Martin Wolf dalam buku The Crisis of Democratic Capitalism. Disebutkan di sana bahwa pembangunan tanpa ada struktur hukum dan perlindungan HAM kepada masyarakat--yang diberikan lewat keamanan sipil dan politik--hanyalah ilusi.
Untuk analisis Proyek IKN, Mirza dan timnya menggunakan dua konsep, yaitu uji legitimasi dan koherensi. Dalam konsep legitimasi, Mirza menerangkan, seharusnya ada keberadaan dan aksesibilitas norma yang mendukung proses demokrasi. Norma-norma itu harus memberikan pilihan politik dan peningkatan kemampuan masyarakat.
Norma-norma itu juga harus menyediakan mekanisme, yakni kesepakatan kebijakan dalam artian pembangunan itu harus mendapatkan izin (consent) dari masyarakat. Lalu, ada norma untuk menyediakan mekanisme akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut, kata Mirza, untuk mengawal pemerintah agar bertanggung jawab atas pembangunan.
Dalam uji koherensi, dia menuturkan, ada norma yang berisi kewajiban-kewajiban pemerintah untuk melaksanakan kewajiban HAM-nya kepada masyarakat. Norma ini, menurutnya, tidak boleh ambigu. Sebaliknya, harus jelas dan konsisten. Yang paling penting adalah norma yang tercantum dalam undang-undang harus selaras dengan praktiknya.
Hasil Uji di 3 Kelompok Masyarakat Adat dan Lokal
Mirza menguraikan partisipasi dan transparansi kebijakan tentang IKN tersebut berdasarkan hasil kajian timnya pada masyarakat adat dan lokal di Pemaluan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dikatakannya, pihaknya tidak pernah mendapat informasi yang utuh dari pemerintah terkait IKN dari masyarakat tersebut.
Baca halaman berikutnya: rincian hasil studi dan juga pandangan pembahas yang pernah kaji PSN bendungan