TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia kaya pengetahuan tentang manfaat ramuan tumbuh-tumbuhan dalam pengobatan dan perawatan kecantikan. Riset Ni Wayan Aryani, peneliti Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menunjukkan hal itu.
Ni Wayan Aryani,mengkaji naskah manuskrip Bali dari beberapa perpustakaan pemerintah dan pribadi. Hasilnya, sejumlah manuskrip mencatat informasi tentang pemanfaatan ramuan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional.
"Seperti naskah Lontar Rukmini Tatwa, Lontar Taru Pramana, dan Lontar Reksi Sambika yang memaparkan informasi mengenai perawatan kecantikan wanita pasca melahirkan," kata Wayan dalam Forum Diskusi Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan beberapa waktu lalu yang dipublikasikan oleh BRIN pada Kamis, 27 Juni 2024.
Wayan mengatakan, naskah-naskah manuskrip tersebut tak hanya mencatat informasi tentang bahan-bahan herbal, tapi juga menjelaskan cata mengolahnya, teknik pengobatan, hingga cara merawat tubuh. Pengetahuan dari manuskrip-manuskrip tersebut, kata dia, sangat penting bagi pendidikan tentang cara pengobatan dan perawatan kecantikan secara tradisional.
Menurut Wayan, layanan perawatan tubuh modern saat ini beragam. Salon dan klinik kecantikan menyediakan berbagai fasilitas layanan, seperti laser, suntik, dan perawatan lainnya yang menggunakan bahan kimia. "Hal tersebut sangat mudah mendapatkannya. Namun wanita harus waspada terhadap risiko negatifnya," kata dia. "Maka dari itu, kecenderungan wanita menghindari risiko tersebut menempuhnya dengan perawatan tardisional.”
Alifia Asri Elina, praktisi jamu Borobudur Semarang, mengungkapkan kesadaran untuk kembai ke alam atau back to nature dalam perawatan tubuh dan kecantikan belakangan ini mulai meningkat. “Banyak dari masyarakat menginginkan kandungannya dari botanical atau herbal. Kebetulan indonesia dikarunia sumber daya herbal melimpah,” ujarnya.
Alifia mencontohkan beberapa bahan herbal yang bisa digunakan untuk perawatan kecantikan, seperti bengkuang, rasbbery, akar manis, temulawak, kunyit, dan jahe. Tumbuhan maupun buah-buahan tersebut mempunyai banyak khasiat seperti mencerahkan dan meremajakan kulit.
Dia mengingatkan tentang bahan-bahan berbahaya dan terlarang dalam perawatan kecantikan, seperti merkuri dan hidrokuinon. Oleh karena itu, Alifia menilai penggunaan obat herbal yang telah berlabel atau terdaftar lebih aman. "Di Indonesia sudah banyak produsen kosmetik yang mengeluarkan produk herbal dan dijamin aman bahannya karena sudah teregistrasi di Badan POM,” kata dia.
Hal senada diutarakan peneliti senior Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional BRIN, Yuli Widiyastuti, yang juga melakukan riset tentang penggunaan obat tradisional untuk perawatan pasca persalinan. Dalam riset tersebut, Yuli melakukan survei di berbagai etnis di indonesia tentang permasalahan kesehatan pasca persalinan, kajian ilmiah terhadap tanaman obat yang digunakan, serta penggunaan ramuan tradisional.
Menurut Yuli, pemanfaatan sumber daya lokal dalam pengobatan dan perawatan tubuh sangat penting, termasuk dalam meredam Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang menjadi indikator mutu pelayanan kesehatan. Dia mengingatkan, Sasaran Pembagunan Berkelanjutan (SDG) 2030 mentargetkan AKI tak lebih dari 70/100.000 kelahiran hidup dan AKB 12/1.000 kelahiran hidup. Sementara itu, hasil sensus 2020 menunjukkan, capaian Indonesia masih melebihi ambang batas tersebut, yakni AKI 89/100.000 dan AKB 16,85/1.000 kelahiran hirup.
"Data Kementerian Kesehatan pada 2023 meningkat dari tahun sebelumnya, yakni AKB dari jumlah 20.882 jiwa menjadi 29.945 jiwa. Sedangkan AKI dari 405 jiwa menjadi 4.129 jiwa," kata Yuli.
Kondisi tersebut menjadikan Indonesia berada pada posisi ketiga paling bawah terbawah di ASEAN. Artinya, kata Yuli, perlu banyak upaya di berbagai sektor untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, termasuk melalui dukungan riset dan inovasi. Hal itu penting karena di indonesia, selain nilai AKI dan AKB yang meningkat, masih banyak kasus lain seperti stunting," kata Yuli. "Maka ini membuka peluang bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal dalam rangka meningkatkan mutu layanan kesehatan ibu dan bayi."
Pilihan Editor: