TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengembangkan aplikasi berbasis kecerdasan buatan atau AI untuk mengontrol konsumsi gula, garam, dan lemak dalam tubuh manusia. Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Mugi Wahidin, menyebut ketiga bahan organik tersebut bisa memicu penyakit bila dikonsumsi secara berlebihan. Masalah ini diatasi BRIN dengan teknologi edukasi pintar.
“Perlu intervensi yang tepat serta efektif, seperti aplikasi edukasi berbasis AI pada remaja,” kata Mugi melalui keterangan tertulis, Senin, 5 Agustus 2024.
Dia menyebut takaran gula, garam, dan lemak yang berlebih bisa menyebabkan obesitas, hiperglikemia, dan hiperkolesterol. Semua penyakit ini tidak menular, namun sangat berisiko meningkatkan jumlah kematian secara global, termasuk di Indonesia. Toh, kata dia, 70 persen kematian disebabkan penyakit tidak menular seperti stroke, diabetes, kanker.
Para peneliti BRIN mulai mengembangkan konsep edukasi digital sejak tahun lalu. Dalam penelitian yang masih berjalan itu, tim BRIN menyasar remaja SMA berusia 16-18 tahun. Menurut Mugi, informasi digital berbentuk laman web dan aplikasi lebih mudah diterima oleh remaja. Namun, sifatnya harus lebih interaktif.
“Untuk meningkatkan pengetahuan sehingga bisa mengubah pola makan dan perilaku berisiko lainnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan dengan teknologi AI,” tutur dia,
Peneliti menerapkan eksperimen semu. Informasi soal bahan organik berbahaya akan disampaikan melalui aplikasi di smartphone. Ada juga rencana penggunaan media edukasi standar, seperti buku saku.
Kepala Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Wahyu Pudji Nugraheni, mengatakan AI sangat bermanfaat bagi peneliti, tenaga medis, dan pasien. “Tidak hanya meningkatkan kualitas layanan kesehatan, tapi juga membantu edukasi yang lebih personal.”
Pilihan Editor: BNPB Rancang Peringatan Dini di IKN, Antisipasi Banjir Sekaligus Karhutla