TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mendukung keputusan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang kembali menetapkan wabah monkeypox (mpox) atau cacar monyet sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Menurut Dicky, mpox memang berpotensi menyebar ke banyak negara, termasuk Indonesia.
"Mpox sudah tepat dinyatakan sebagai bencana global atau PHEIC, karena kita memerlukan kolaborasi global untuk meningkatkan kewaspadaaan akan wabah ini, termasuk di Indonesia," kata Dicky saat dihubungi, Jumat, 16 Agustus 2024.
Dicky menyebut, mpox bisa sangat berpotensi menyebar di Indonesia melalui pelbagai aktivitas seksual yang tidak sehat, terutama yang dilakukan oleh individu yang aktif bergonta-ganti pasangan untuk melakukan hubungan seksual.
Penyebaran mpox dapat ditangkal dengan meningkatkan kewaspadaan dan tidak melakukan aktivitas seks yang menyimpang. Dicky sangat mewanti-wanti masyarakat Indonesia, karena menurut dia, populasi berisiko tinggi sangat banyak di negara ini.
"Indonesia memiliki populasi berisiko tinggi terkena wabah mpox. Maksud dari populasi berisiko tinggi itu, diartikan sebagai masih masifnya praktik prostitusi di negara kita, bahkan banyak yang tidak sehat dan memudahkan penyebaran atau memicu hadirnya wabah ini," ucap Dicky.
Mitigasi dini yang bisa dilakukan pemerintah, kata Dicky, menyiapkan vaksinasi untuk mencegah munculnya wabah mpox di Indonesia. Selain itu diharapkan pula adanya keterlibatan lintas organisasi dan pemerintah untuk sama-sama mengedukasi pentingnya menjaga kesehatan saat berhubungan seksual.
"Surveillance (pengawasan) juga harus ditingkatkan, tentunya dengan pengadaan vaksin ya, karena vaksinasi itu kunci dari menekan sebaran virus. Kita juga harus meningkatkan konsumsi perilaku seks yang sehat dan aman," ujar Dicky.
Awal mula mpox ditetapkan sebagai wabah global pada Juli 2022 lalu. Sejumlah negara yang tidak pernah terjangkit virus ini turut merasakan imbasnya, bahkan menyebar ke Eropa dan Amerika. PHEIC mpox dinyatakan berakhir pada Mei 2023 setelah terjadi penurunan kasus global yang berkelanjutan.
Teranyar, melalui laman resminya, WHO menerbitkan kebijakan yang menyatakan mpox kembali ditetapkan sebagai wabah global, merujuk saran IHR Emergency Committee yang terdiri dari para ahli independen. Keputusan ini juga berdasarkan kemunculan clade (kelompok) baru mpox yang menyebar cepat di Kongo bagian timur.
Bulan lalu, lebih dari 100 kasus clade 1b yang terkonfirmasi di laboratorium telah dilaporkan di empat negara tetangga Kongo yang belum pernah disinggahi wabah mpox sebelumnya. Keempatnya, yaitu Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda. Para ahli percaya jumlah kasus sebenarnya lebih tinggi karena sebagian besar kasus yang kompatibel secara klinis belum diuji.
Sepekan terakhir Direktur Jenderal WHO telah memulai proses pencantuman penggunaan darurat untuk vaksin mpox. Tujuannya untuk mempercepat akses vaksin bagi negara-negara berpendapatan rendah yang belum mengeluarkan persetujuan regulasi nasional mereka sendiri.
Pilihan Editor: 2 Gempa dari Laut dan Darat Guncang Flores, Ini Data BMKG