TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin tertinggi Hizbullah, Hassan Nasrallah, tewas dalam serangan udara besar yang dilancarkan oleh militer Israel di Beirut, Lebanon, pada Jumat , 27 September 2024.
Media Israel melaporkan sekitar 85 bom jenis "penghancur bunker" dikerahkan dalam serangan tersebut. Sedikitnya 15 bom penghancur bunker BLU-109 seberat 2.000 pon diluncurkan dalam menewaskan Hassan Nasrallah.
Bukan pertama kali, serangan udara menggunakan bom bunker juga pernah ditargetkan ke Saddam Hussein. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ulasannya.
Bom penghancur bunker digunakan oleh pasukan AS dan NATO dalam serangan yang gagal terhadap Saddam Hussein dan Moammar Gaddafi pada awal 2000-an. Teknik ini melibatkan penghancuran gedung atau bangunan penghalang dengan bom penghancur bunker, kemudian disusul dengan serangan menggunakan bahan peledak penghancur berdaya ledak tinggi. Dalam kedua serangan tersebut, bom seberat 2.000 pon digunakan dalam jumlah satu digit, termasuk dua BLU-109 di masing-masing serangan.
Serangan kepada Saddam Hussein berawal dari kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya. Saddam mengklaim Kuwait sebagai provinsi ke-19 Irak dengan alasan justifikasi sejarah. Tentaranya melintasi perbatasan Kuwait pada Agustus 1990 hanya untuk dibom hingga mundur oleh koalisi besar pimpinan AS empat bulan kemudian. Peristiwa itu dikenal sebagai Desert Storm.
Selama 1990-an, Saddam berulang kali menantang Dewan Keamanan atas implementasi resolusi-resolusi ini. Semuanya memuncak setelah terjadinya tragedi 9/11. Hal itu membuat Saddam Hussein yang memuji serangan tersebut sebagai tindakan heroik, menjadi sasaran utama "perang melawan terorisme" oleh Presiden AS ketika itu, George W. Bush.
Pada November 2002, PBB mengesahkan Resolusi 1441 yang menuduh Irak melanggar resolusi Dewan Keamanan mengenai perlucutan senjata non-konvensional dan memperingatkan bahwa Irak "akan menghadapi konsekuensi serius sebagai akibat dari pelanggaran kewajibannya yang berkelanjutan."
Amerika Serikat bersama dengan sekutunya kemudian melancarkan serangan yang dengan cepat menggulingkan rezim Ba'ath Irak. Saddam sendiri berhasil melarikan diri dan tetap bersembunyi selama beberapa waktu, namun akhirnya berhasil ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara sambil menunggu pengadilan kejahatan perang oleh pemerintah terpilih secara demokratis pertama dalam sejarah Irak.
Pada 5 November 2006, Saddam Hussein dinyatakan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan dijatuhi hukuman mati dengan digantung. Saddam Hussein kemudian dihukum mati pada 30 Desember 2006. Ia menerima vonis hukuman tersebut oleh pengadilan Irak atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya. Ia sebelumnya berhasil diringkus pada 13 Desember 2003 di sebuah bunker bawah tanah kecil di ad-Dawr, dekat Tikrit.
Dikutip Al Jazeera, bom penghancur bunker adalah amunisi khusus yang dirancang untuk menembus jauh ke dalam tanah atau benteng berat sebelum meledak. Bom ini memungkinkan untuk mencapai dan menghancurkan fasilitas yang tidak mungkin diserang dengan cara lain. Bom jenis ini juga mampu menghancurkan target yang terkubur dan mengeras.
Dikutip dari Britannica, bom penghancur bunker berbentuk peluru tajam, dengan badan yang panjang dan sempit. Penghancur bunker diisi dengan bahan peledak dan dilengkapi dengan sumbu yang menunda ledakannya hingga setelah bom menembus targetnya. Karena dijatuhkan dari ketinggian yang tinggi, penghancur bunker dipandu dengan laser ke targetnya.
Penghancur bunker digunakan oleh Amerika Serikat secara luas selama Perang Afghanistan (2001-2014) dan Perang Irak (2003-2011). Namun, menurut Konvensi Jenewa, amunisi tugas berat ini hanya dapat digunakan dalam “kondisi pembelaan diri yang sangat mendesak”. Penghancur bunker dilarang digunakan di wilayah dengan populasi warga sipil yang tinggi.
KHUMAR MAHENDRA | MOHAMMAD HATTA MUARABAGJA | ALJAZEERA | BRITANNICA | ERWIN PRIMA | RIZKI DEWI AYU
Pilihan editor: AS Tuding Iran akan Luncurkan Rudal Balistik ke Israel