TEMPO.CO, New York- Kebanyakan penyakit menular yang muncul pada manusia berasal dari hewan liar. Menurut penelitian terbaru, diperkirakan setidaknya ada 320 ribu virus pada mamalia yang belum terdeteksi maupun teridentifikasi.
Para ilmuwan mengatakan, pengumpulan data pada patogen yang mungkin mengintai satwa liar sebelum mereka menularkannya pada manusia dapat membantu terdeteksinya wabah di masa mendatang.
"Apa yang saat ini kita ketahui tentang virus masih sangat bias terhadap penyebarannya ke manusia atau hewan dan muncul sebagai penyakit," kata kepala studi, Simon Anthony dari Center for Infection and Immunity (CII) di University of Columbia, seperti dikutip dari laman NBC News, Rabu 4 September 2013.
CII di University of Columbia, Amerika Serikat menduga virus pada mamalia masih banyak yang belum terdeteksi. Meski terbukti hampir 70 persen dari virus yang menulari manusia seperti HIV, Ebola dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), berasal dari satwa liar.
Para peneliti kemudian meneliti spesies kelelawar yang disebut flying fox yang hidup di hutan Bangladesh. Hewan ini membawa virus Nipah, yang jika menyebar ke manusia bisa membunuh karena menyerang otak. Virus ini pertama kali muncul pada manusia pada 1990-an dan menurut Organisasi Kesehatan Dunia, virus ini telah memicu wabah besar di semua Asia Selatan.
Tim mengambil cairan tenggorokan, tinja, dan sampel urin dari 1.897 spesies kelelawar tersebut. Di laboratorium diketahui sampel tersebut mengandung 55 virus dalam sembilan keluarga virus, dan hanya lima yang teridentifikasi.
Para peneliti memperkirakan bahwa jumlah virus pada kelelawar mencapai 58 jenis virus. Anthony dan rekan-rekannya menghitung, jika masing-masing dari 5.486 mamalia yang telah teridentifikasi membawa 58 virus yang unik maka akan ada sekitar 320 ribu virus di alam liar. Para peneliti mengatakan mereka merencanakan tindak lanjut studi dalam spesies primata di Bangladesh dan enam spesies kelelawar di Meksiko untuk mengetahui apakah keragaman virus dari hewan lain memang sebanding dengan yang berasal dari spesies kelelawar.
Studi ini telah dipublikasikan secara online dalam jurnal mBio.
Mereka berpendapat bahwa biaya mempelajari virus ini akan lebih murah dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi pandemi virus mematikan. Pengambilan sampel, pengamatan, dan penemuan 58 virus dari spesies kelelawar flying fox ini menelan biaya US$ 1,2 juta. Kemudian, mereka juga memperkirakan untuk mengumpulkan bukti dan penelitian lebih mendalam tentang potensi virus mamalia yang belum terdeteksi ini akan menelan biaya US$ 6,3 miliar.
Sebagai perbandingan, wabah virus SARS muncul di Asia pada 2002 dan menimbulkan dampak ekonomi hingga US$ 16 miliar. "Kami tidak mengatakan bahwa usaha ini akan mencegah wabah lain seperti SARS," kata Anthony menjelaskan. "Namun, apa yang kita pelajari dari menjelajahi keanekaragaman virus global dapat mencegah terjadinya wabah dengan memfasilitasi pengawasan yang lebih baik dan tes diagnosa secara cepat."
Pada 2002 lalu merebak wabah SARS (atau sindrom pernafasan akut parah) yang ketika itu belum diketahui bahwa penyebabnya adalah virus corona. Akibat belum diketahui jenis virusnya, ada 8.000 orang terkena virus ini dan 700 diantaranya meninggal dunia. Pada 2003 barulah diketahui virus corona adalah penyebab wabah SARS tersebut.
ROSALINA | NBC NEWS
Terhangat:
Jalan Soeharto | Siapa Sengman | Polwan Jelita
Baca juga:
Beli Nokia, Microsoft Siap Gebrak Bisnis Gadget
Wanita Ini Rekonstruksi Payudara Pakai Kulit Babi
Katak Ini Gunakan Mulut untuk Mendengar
Gelang Ajaib ini Ubah Denyut Jantung Jadi Password