TEMPO.CO, Bandung - Batang rami yang biasa menjadi limbah industri serat rami kini dapat diolah menjadi pengganti kayu bakar. Dikemas dalam bentuk briket, bioenergi itu bisa dipakai warga pedesaan hingga petualang yang suka berkemah di alam bebas. "Nilai kalor (panas) briket rami lebih dari briket batu bara," ujar dosen Biologi Universitas Padjadjaran, Asri Peni Wulandari, Senin, 26 Januari 2015.
Asri telah melakukan riset limbah rami selama lima tahun lebih. Ia dan koleganya mendatangi sentra-sentra industri serat rami di berbagai daerah, seperti di Wanaraja Kabupaten Garut, Sukabumi, Malang, serta Bengkulu. Risetnya untuk mengatasi limbah berupa batang rami, yang seratnya berharga lebih mahal dari kapuk atau kapas sebagai bahan katun. "Masalah utama itu limbahnya yang mencapai 95 persen, atau hanya terpakai 5 persen untuk mendapatkan serat rami," ujarnya di kampus Unpad di Bandung. (Baca juga: Pemerintah Kembangkan Kebun Energi)
Tanaman perdu bernama latin boehmeria nivea itu dalam bahasa Sunda disebut sebagai haramay. Serat rami berasal dari pita pada kulit kayunya yang keras dan mengkilap. Selain untuk mengolah limbah, riset briket rami demi mencegah penduduk desa mencari kayu bakar ke dalam hutan. "Limbah daun rami bisa difermentasi menjadi pupuk," kata Asri.
Pembuatan briket rami terbagi menjadi dua cara. Jenis terkarbonisasi diperoleh melalui proses pembakaran batang rami dengan suhu 500 derajat Celcius di dalam tungku. Dengan teknik khusus dan tanpa gas oksigen di dalam tungku, batang rami akan menjadi arang tanpa sampai hancur menjadi debu. Arang rami kemudian dipadatkan dan direkatkan dengan bahan tapioka atau singkong. Jenis briket rami ini ketika dibakar akan lebih sedikit mengeluarkan asap dibanding cara kedua. (Baca: UGM dan Swedia Bentuk Lembaga Riset Energi)
Tanpa pembakaran, briket jenis ini diawali dengan pencacahan batang rami yang telah dijemur sampai menyisakan sekitar 40 persen air. Setelah itu bahan dicetak. "Asapnya ketika dibakar sama seperti kayu bakar," katanya. Harga jualnya dari produsen separuh lebih murah daripada briket terkarbonisasi yang seharga Rp 1.500. Briket seukuran sabun mandi itu seberat satu kilogram. Kompornya seperti kompor minyak tanah yang dimodifikasi.
Dari hasil penelitiannya, kalori atau kandungan panas briket rami mencapai 6.200 per gram. Kalori briket rami tersebut sekitar separuh panasnya dari gas elpiji dan lebih besar daripada briket batubara (5.000) serta kayu bakar (3.700). (Baca juga: Sumba, Jadi Ikon Energi Terbarukan)
Adapun berdasarkan perbandingan pemakaian gas elpiji tabung, ukuran 3 kilogram, dan biobriket berbahan tempurung kelapa, briket rami berlipat lebih murah. Rumah tangga dengan empat anggota keluarga per bulan, misalnya, memerlukan 12 kilogram gas elpiji seharga Rp 64 ribu atau 4,8 kilogram briket tempurung kelapa berbiaya Rp 24 ribu. Briket rami dengan harga jual di pedagang diasumsikan Rp 2.500 per kilogram, pemakaiannya sebulan hanya 5 kilogram atau seharga Rp 12.500.
Kini Asri dan timnya sedang merintis pendirian pabrik briket rami sekaligus pembuatan kompornya. Lokasinya di Desa Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang selama ini menjadi sentra industri serat rami. Semuanya akan melibatkan masyarakat. "Prinsipnya, briket rami mudah dibuat dan gampang dipakai masyarakat," ujarnya. Ia juga berharap pemerintah ikut membantu sosialisasi briket rami ke masyarakat.
ANWAR SISWADI
Berita Terpopuler:
KPK-Polri, Samad: Apa yang Jamin Saya Selamat...?
Ini Alasan Moeldoko Mengirim TNI Menjaga KPK
Jagoan Hukum ke Istana, Jokowi Bikin Tim Khusus