TEMPO.CO, Laussanne - Ilmuwan Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne (EPFL) menemukan bahwa sel sentriol, sel berstruktur tabung, bisa bertindak sebagai pembawa informasi temurun sel juga pembawa penyakit ke embrio sel yang sedang berkembang. Sentriol terdiri dari beberapa protein.
Sel ini sedang menjadi fokus banyak penelitian karena mutasi pada proteinnya membuat mereka dapat menjadi sumber utama penyakit. Di antaranya, kelainan perkembangan sel, kesulitan sistem pernapasan, kemandulan pria, dan kanker.
Selama ini, menurut Pierre Gonczy, pakar biologi molekuler dari EPFL, sel sentriol hanya dilihat sebagai batu lompatan sebuah embrio sel untuk berkembang.
“Tapi, kami menunjukkan bahwa sel ini juga mewarisi informasi searah kepada embrio sel beserta dampaknya yang tidak diketahui,” ujar dia, seperti dikutip dari Science Daily. "Dia seperti 'mata-mata' ganda."
Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Cell Research edisi April 2015 ini menunjukkan bahwa sentriol origin muncul dari sel telur yang dibuahi oleh sel dari kromosom milik ayah. Sel ini kemudian bertahan dalam puluhan divisi embrio sel yang sedang berkembang.
Fungsi sel sentriol paling terkenal mungkin kemampuan mereka dalam pembelahan sel. Sentriol memastikan bahwa kromoson sampai ke sel anak. Namun, mereka juga ditemukan di silia, struktur bulu mata panjang, yang berarti ini juga memungkinkannya untuk berada di bagian tubuh lain, seperti saluran pernapasan.
Selama reproduksi, kedua orang tua sama-sama memberikan kontribusi materi genetik mereka. Ibu juga memberikan sel mitokondrianya ke dalam tubuh anak melalui sentriol.
Gonczy dan timnya di Swiss Institute for Experimental Cancer Research EPFL menemukan bahwa sentriol dapat membawa informasi malfungsi sel, baik dari ayah atau ibu, ke embrio sel yang sedang berkembang.
Penelitian Gonczy dan timnya berbasiskan cacing Caenorhabditis elegans, yang biasa digunakan sebagai model organisme perkembangan embrio sel dan penyakit genetik pada manusia. Laiknya spesies lain, termasuk manusia, sentriol di C. elegans hanya menyumbangkan sel sperma. Tim mencari tahu seberapa jauh sentriol origin dari pejantan mengubah telur yang dibuahi menjadi embrio dan sel penuh, serta dampaknya.
Karena itu, tim pun memodifikasi sentriol dari sepasang C. elegans melalui rekayasa genetika. Ini dilakukan supaya protein sentriol dapat terlihat saat diberi sinyal pendar DNA. Singkat cerita, mereka menemukan kontribusi protein sentriol dari pejantan dapat bertahan sampai sepuluh generasi sel. “Ini pertama kalinya kita mengetahui sentriol dapat bertahan dengan gigi dalam embrio yang berkembang,” kata Gonczy
Lebih menarik lagi ialah implikasi penelitian ini terhadap dunia biologi pada umumnya, Gonczy mengklaim. Alasannya, belum pernah diketahui sebelumnya bahwa sentriol dapat bertahan dalam beberapa siklus sel. Menurut dia, studi ini dapat mengubah paradigma berpikir dan memahami lebih dalam mengenai biologi organel.
Lebih jauh, studi ini berimplikasi terhadap penanganan penyakit yang disebabkan sentriol. “Caranya dengan memahami bagaimana sentriol patogen dapat masuk ke dalam embrio anak,” kata Gonczy. “Itu yang akan kami kerjakan selanjutnya dalam laboratorium.”
SCIENCE DAILY | AMRI MAHBUB