Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penelitian Soal Musik Dilakukan pada 39 Bayi, Ini Hasilnya  

image-gnews
Ilustrasi bayi mendengarkan musik. AP/Gerry Broome
Ilustrasi bayi mendengarkan musik. AP/Gerry Broome
Iklan

TEMPO.CO, JakartaSering-seringlah memperdengarkan musik kepada bayi Anda. Para ilmuwan di University of Washington Institute for Learning & Brain Sciences (I-LABS) menunjukkan interaksi bayi dengan musik bisa meningkatkan proses kerja otak. 

Christina Zhao, peneliti di I-LABS yang memimpin studi ini, mengatakan ritme yang didengar bayi dapat meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi dan memprediksi ritme dalam cara bicaranya. “Artinya, interaksi dengan musik bisa punya efek global terhadap keterampilan kognitifnya,” kata Zhao. 

Patricia Kuhl, co-direktur I-LABS, mengatakan dunia bayi terus mendengar suara, melihat cahaya, dan sensasi lain yang bervariasi. Bayi harus mengenali pola aktivitas dan memprediksi apa yang terjadi selanjutnya. “Persepsi tentang pola merupakan keterampilan kognitif yang penting, peningkatan kemampuan pada usia awal akan punya dampak jangka panjang yang baik,” kata Kuhl. 

Bahasa, sama seperti musik yang punya pola ritme yang kuat. Dengan bayi mendengar suku kata dalam musik, membantunya mendefinisikan cara bicara dan memahami yang orang katakan. “Ini juga kaan membantu bayi belajar bicara,” kata Kuhl. 

Para peneliti di I-LABS merancang percobaan acak terkontrol untuk melihat apakah mengajarkan irama musik pada bayi akan membantu bayi memahami irama cara bicara.

Selama satu bulan, 39 bayi menghadiri 12 sesi bermain 15 menit di laboratorium dengan orang tua mereka. Dalam kelompok sekitar dua atau tiga, bayi duduk dengan orang tua mereka, yang menuntun mereka dalam sebuah kegiatan.

Sebanyak 20 bayi dilibatkan dalam kelompok musik. Bayi dan orang tuanya bermain dengan ketukan musik. Peneliti memilih musik seperti waltz, yang relatif sulit untuk dipelajari bayi. 

Sisanya, 19 bayi menghadiri sesi permainan yang tidak melibatkan musik. Mereka dibiarkan bermain dengan mobil-mobilan, blok dan benda-benda lain yang diperlukan gerakan terkoordinasi tanpa musik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seminggu setelah sesi permainan berakhir, keluarga kembali ke laboratorium agar respons otak bayi dapat diukur. Para peneliti menggunakan magnetoencephalography (MEG) untuk melihat aktivitas otak dengan lokasi dan waktu yang tepat. 

Sambil duduk di alat scan otak, bayi mendengarkan serangkaian musik dan suara orang berbicara. Masing-masing dimainkan dalam irama yang kadang-kadang terganggu. Otak bayi akan menunjukkan respons tertentu untuk menunjukkan mereka bisa mendeteksi gangguan.

Para peneliti memfokuskan analisis mereka pada dua daerah otak, korteks pendengaran dan korteks prefrontal. Dua daerah ini penting untuk keterampilan kognitif seperti mengontrol perhatian dan mendeteksi pola.

Hasilnya, bayi dalam kelompok musik memiliki respons otak lebih kuat untuk gangguan di kedua musik dan ritme car abicara di kedua daerah otak tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi dengan musik meningkatkan kemampuan bayi untuk mendeteksi pola dalam suara.

"Penelitian ini menunjukkan pengalaman musik memiliki potensi untuk meningkatkan keterampilan kognitif yang lebih luas yang meningkatkan kemampuan anak-anak untuk mendeteksi, berharap dan bereaksi cepat untuk pola di dunia, ini sangat relevan dalam dunia yang kompleks saat ini," kata Kuhl.

WASHINGTON.EDU | TRI ARTINING PUTRI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

45 hari lalu

Secara spesifikasi, Kia Ray dibekali baterai lithium-iron-phosphate (LFP) 35,2 kilowatt-jam. (Foto: Kia)
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.


Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

26 September 2023

Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. (ugm.ac.id)
Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.


Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

20 Juli 2023

Menara Hoover menjulang di Stanford University di Stanford, California, AS pada 13 Januari 2017. REUTERS/Noah Berger
Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.


2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

14 Juli 2023

Peneliti di Gedung Genomik BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, Selasa, 27 Juni 2023. (Tempo/Maria Fransisca)
2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.


Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

14 April 2023

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.


Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

6 April 2023

Gambar dari Batagur trivittata, Burmese Roofed Turtle yang masuk daftar Critically Endangered menurut IUCN Red List. (Rick Hudson, source: https://www.iucnredlist.org/species/10952/152044061)
Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.


Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

26 Maret 2023

Tim Mahabidzul dari ITB merancang pendeteksian jenis malaria pada pasien secara cepat dan akurat. Dok.ITB
Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.


Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

22 Maret 2023

Gunung Krakatau. itb.ac.id
Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.


Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

17 Januari 2023

Anna Armeini Rangkuti, mahasiswa program doktoral di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). ui.ac.id
Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.


Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

13 September 2022

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.