TEMPO.CO, Seoul -Setelah mengumumkan penyebab di balik meledaknya baterai lithium-ion dalam ponsel Galaxy Note 7, Samsung berbagi upayanya secara rinci untuk mencegah peristiwa serupa di kemudian hari.
Produsen elektronik berbasis di Korea Selatan ini akan mengikuti sejumlah protokol baru, seperti tindakan keselamatan multi lapis (multi-layer safety measure) dan delapan poin pemeriksaan keamanan baterai.
Dalam pengumuman yang disampaikan pada konferensi pers 23 Januari silam, Samsung juga akan membentuk kelompok penasihat tentang baterai. Grup ini akan terdiri dari penasihat eksternal, ahli akademisi dan riset termasuk sejumlah profesor dari Universitas Cambridge, Universitas California, Berkeley, dan Stanford University.
Delapan poin pemeriksaan keamanan baterai Samsung adalah sebuah proses yang mencakup uji selama batere diisi ulang berlebihan (overcharged) dan berada dalam kondisi suhu yang ekstrim, inspeksi visual, pemindai sinar X serta tes pengisian baterai (charging) dan pelepasan (discharging).
Langkah berikutnya termasuk menguji desain baterai untuk memastikan tidak ada kemungkinan kebocoran, tes membongkar baterai dengan maksud memeriksa kualitasnya, dan sebuah simulasi yang meniru pemakaian konsumen. Samsung juga akan mengamati setiap perubahan voltase dalam keseluruhan proses produksi.
Setelah melakukan berbulan-bulan investigasi yang panjang dan menguji lebih dari 200.000 ponsel dan 30.000 baterai, Samsung menyimpulkan masalah yang terjadi dengan Note 7 berasal dari cara baterai itu dirancang dan diproduksi.
Perusahaan ini juga mengatakan 96 persen dari 3 juta unit Samsung Note 7 yang terjual, telah dikembalikan. Samsung menarik kembali Note 7 setelah menerima beberapa laporan soal ponsel cerdasnya yang kepanasan (overheating), dan dalam beberapa kasus terbakar, pada September 2016.
Samsung direncanakan meluncurkan ponsel cerdas berikutnya musim semi tahun ini, menandai produk ponsle besar pertamanya sejak insiden Note 7.
TIME | SAMSUNG | HOTMA SIREGAR