TEMPO.CO, Pamekasan - Ada satu gubuk di tengah areal ladang garam luas di Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, yang disebut rumah garam. Atap hingga dindingnya ditutupi plastik putih transparan, sedangkan gubuk lain beratap genteng dan berdinding anyaman bambu.
"Rumah garam ini terbuat dari bahan bambu dan plastik biasa. Sejak awal memang dibuat khusus untuk kepentingan riset dan inovasi,” kata Machfud Effendi, Ketua Salt Inovation Centre, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), pemrakarsa rumah garam tersebut, Rabu akhir Mei lalu.
Baca: Berita Terkini: Bareskrim Polri Tangkap Direktur Utama PT Garam
Berukuran 7x14 meter, rumah garam itu dibangun pada 2010. Idenya datang ketika pada saat itu Indonesia dilanda hujan sepanjang tahun akibat cuaca ekstrem Lanina. Akibat peristiwa yang disebut kemarau basah itu banyak petani garam mengalami gagal panen.
Berangkat dari kondisi tersebut UTM mencarikan solusi agar saat kemarau basah kembali datang garam tetap bisa diproduksi. Dibuatlah rumah garam yang terinpirasi dari proses penyulingan air asin menjadi air tawar atau desalinasasi. "Prosesnya sama. Bedanya, kita butuh garamnya bukan airnya," kata dia.
Setelah gubuk beratap dan berdinding plastik selesai dibuat, bagian terpenting ada pada bagian bawah atau fondasi. Bagian ini terdiri dari beberapa petak berlapis geomembran atau bahan tahan air. Petak pertama untuk penuaan air laut. Air laut yang sudah tua kemudian dialirkan ke petak berikutnya untuk kristalisasi garam.
Baca: Polisi Gerebek Gudang Penimbunan Garam Impor di Gresik
Plastik yang mengelilingi gubuk, kata Machfud, berfungsi sebagai penghantar panas pada air laut sehingga mempercepat proses penguapan. Bila tiba-tiba turun hujan, lapisan plastik menjadi pelindung agar garam yang sudah mengkristal tidak rusak terkena air tawar.
Bila hujan berlangsung lama, lapisan geomembran warna hitam di petak dasar bisa menyerap dengan cepat panas matahari serta menyimpan panas lebih lama. Dengan begitu, meski kemarau basah, proses kristalisasi garam tetap bisa dilakukan walau minim cahaya matahari.
Geomembran kemudian dilapisi dengan plastik lain di atasnya, bisa berupa plastik biasa atau plastik berbahan mika. "Meski hujan, pasti ada saat matahari muncul. Panas sebentar itu kita manfaatkan untuk pembuatan garam,” ucap Mahfudz.
Baca: Harga Melonjak, Petani Garam Justru Kesulitan Modal
Tak kalah penting, rumah garam harus dilengkapi ventilasi udara. Kecukupan udara, keteraturan kecepataan, dan arah angin sangat berpengaruh pada proses penguapan air laut.
Satu hal yang membedakan rumah garam dengan ladang konvensional adalah tak digunakannya teknologi ulir filter. Teknologi ini digunakan pada kondisi cuaca normal, yakni saat panas matahari berlimpah. Dengan begitu air dalam petak garam mengalir tanpa henti. "Rumah garam tak memakainya karena keterbatasan lahan," ujar Mahfudz.
Air yang terus mengalir membuat proses penguapan air laut lebih cepat dibandingkan yang ditampung. Itu sebabnya proses kristalisasi garam di ladang lebih cepat dibanding dalam rumah garam. Selisihnya 10 hari. Di ladang, garam bisa dipanen dalam waktu satu bulan. Sedangkan di rumah garam rata-rata 40 hari.
Meski rumah garam tergolong inovasi baru, namun Mahfudz tak berencana mematenkannya. Dia juga tak khawatir jika suatu saat ada yang mengklaim hasil kerjanya tersebut.
Baca: NTT Siap Jadi Sentra Garam Untuk Pasok Kebutuhan Nasional
Bagi Mahfudz, penemuan dalam ilmu pengetahuan adalah hasil modifikasi dari penemuan sebelumnya. "Rumah garam juga hasil modifikasi dari penyulingan air asin menjadi air tawar. Jad, tidak perlu dipatenkan," kata dia.
Setelah tujuh tahun dibuat, belum banyak petani garam di Madura yang mengadopsi rumah garam. Alasannya, ucap Mahfudz, pembuatannya dianggap ribet dibanding bertani garam di ladang biasa. Selain itu, biaya yang dibutuhkan juga cukup besar, Rp 10 juta untuk ukuran panjang 7 meter.
Baca: Kebutuhan Garam 4 Juta Ton, Produksi 144 Ribu Ton
"Kami tak bisa memaksa petani, pemerintah yang harus berperan. Misalnya dengan mengajak petani melihat rumah garam percontohan supaya mereka tertarik," kata dia.
MUSTHOFA BISRI