Sebagian besar individu di jejaring media sosial mengalami friendship paradox, yakni mereka kurang populer daripada rata-rata teman mereka. Efek ini mungkin menjelaskan temuan baru-baru ini bahwa penggunaan media jejaring sosial yang meluas menyebabkan berkurangnya kebahagiaan.
Namun hubungan antara popularitas dan kebahagiaan kurang dipahami. Friendship paradox tidak selalu berarti happiness paradox, maksudnya kebanyakan individu kurang bahagia daripada teman mereka.
Sebagai spesies sosial, kemampuan manusia untuk membangun hubungan tatap muka, fisik, hubungan dalam lingkungan sosial yang kaya sangat penting bagi kebahagiaan dan kesejahteraan individu. Namun teknologi kini memainkan peran yang semakin meningkat dalam membentuk jaringan hubungan sosial.
Hampir seperenam populasi dunia menggunakan beberapa bentuk media sosial yang memungkinkan individu mempertahankan jaringan sosial maya yang melampaui batas geografis, ekonomi, budaya, dan bahasa.
Baca: MUI Minta Media Sosial Dipakai Silaturahmi, Bukan Sebar Hoax
Beberapa riset sebelumnya menunjukkan bahwa jejaring media sosial dikaitkan dengan peningkatan tingkat kesepian, kegelisahan, ketidaksenangan, dan ketidakpuasan.
Alasan untuk kontradiksi ini tidak diketahui, namun dapat ditemukan dalam pola konektivitas jaringan sosial universal. Anehnya, diukur dalam jumlah koneksi, kebanyakan orang akan memiliki teman lebih sedikit daripada teman mereka sendiri rata-rata.
Menurut riset Bollen, diketahui bahwa 94,3 persen pengguna Twitter memiliki rata-rata teman lebih sedikit daripada teman mereka. Secara signifikan, riset ini juga menemukan bahwa 58,5 persen pengguna ini tidak begitu bahagia seperti rata-rata teman mereka.
"Dengan kata lain, mayoritas pengguna mungkin merasa bahwa mereka kurang populer ketimbang rata-rata teman mereka," kata Bollen. "Mereka mungkin juga memiliki kesan bahwa mereka kurang bahagia daripada rata-rata teman mereka."
Baca: Jokowi: Trending Topic Media Sosial Bisa Bentuk Opini Publik
Selanjutnya: Studi tersebut juga menunjukkan...