Sebelum berlaga, setiap robot harus diisi dengan tumpukan 50 cakram di sudut lapangan. Begitu pertandingan selama tiga menit itu dimulai, kedua robot bergegas menembaki bola dengan cakram dari lajur khusus di sisi lapangan.
Arena yang berbentuk persegi panjang itu berukuran sekitar 15x14 meter dan dibagi dua serta dikelilingi pembatas kayu. Pembagiannya meliputi Start Zone, Throwing Area, Loading Area, dan No Contact Area/Field.
Menjatuhkan setiap bola adalah misi pertama tanpa nilai. Misi kedua yaitu menempatkan cakram-cakram pada meja bundar berkaki tiang tunggal yang sebelumnya ditempati bola.
Baca: Mahasiswa Aceh Ciptakan Robot Pencari Korban Gempa
Suasana grand final Kontes Robot Indonesia 2017 di UPI Bandung, Ahad, 9 Juli 2017. (TEMPO/Anwar Siswadi)
Tiap kali menghantam untuk menjatuhkan bola, cakram bisa terpental ke lantai arena atau langsung jatuh ke meja. Juri akan menghitung nilai dari jumlah cakram yang berhasil mendarat di atas meja. Peluang besar kemenangan itu jika tim sanggup menempatkan cakram di semua meja atau Appare.
Tim Brahmana sebelumnya pernah meraih tiga kali Appare saat lomba penyisihan di tingkat regional di Yogyakarta medio Juni lalu juga di Bandung. Namun kesuksesan itu tidak berulang pada laga final tingkat nasional.
Diiringi suara ramai teriakan dukungan penonton, tim Brahmana meraih nilai 12 sementara lawannya hanya mengumpulkan skor 10. "Angin yang masuk jadi kendala juga sejak hari pertama lomba," kata anggota tim Brahmana, Rangga Sinatra, 20 tahun.
Saat pertemuan teknis dengan panitia, masalah itu disampaikan tim peserta. Namun pertandingan tetap harus berjalan karena celah angin di sekujur dinding gedung dinilai sulit diatasi panitia.
Baca: Sejarah Kecerdasan Buatan: Alan Turing hingga Robot Seks|
Pengaruh angin tentu berdampak pada bidikan cakram. Tanpa angin pun, kata Rangga, robot timnya belum stabil. Setiap habis melontarkan cakram, arah bidikan selanjutnya akan berubah. "Bisa geser ke kanan atau ke kiri sedikit, jadi tembakan belum konstan," ujarnya seusai lomba.
Robot buatan sendiri seharga Rp 40 juta itu juga setiap kali meluncurkan cakram, alat pelontarnya secara otomatis akan naik sendiri. "Kami pakai sensor ultrasonik supaya setiap kali naik 15 sentimeter pelontarnya berhenti dulu," kata Rangga.
Menjelang keberangkatan ke Jepang, tim robot Brahmana harus menyempurnakan segala kekurangan dan giat melatih robot serta pemain di lantai atas aula kampus Akprind, Yogyakarta. Tanpa gangguan angin, kata Rangga, mereka bisa menuntaskan misi dengan waktu tercepat 1,5 menit agar bisa mendapat tambahan nilai. Adapun saat final catatan waktunya 2 menit 25 detik.
Baca: Robot Seks hingga Mickey Mouse: 5 Robot dengan Kecerdasan Buatan
Simak berita lainnya tentang robot hanya di kanal Tekno Tempo.co.
ANWAR SISWADI