Hirt dan tim tertarik untuk memahami hubungan antara ukuran dan kecepatan saat menyelesaikan studi yang mengharuskan untuk memperkirakan kecepatan maksimum satwa. Dalam studi itu, metode tradisional untuk menghitung kecepatan berdasarkan ukuran tubuh menghasilkan angka yang tidak masuk akal untuk hewan bertubuh besar.
Gajah, misalnya, bisa mencapai kecepatan maksimal 600 kilometer per jam. Padahal, dalam studi terbaru, gajah hanya mampu berlari dengan kecepatan maksimal 34 kilometer per jam. Saat itu fokus studinya masih pada hewan terestrial alias darat. Namun, saat menggali lebih banyak, ternyata terdapat pola yang sama pada satwa terbang dan perenang.
"Ini membuat kami sadar bahwa mekanisme dasar itu harus menjadi prinsip yang sangat umum," ujar Hirt, seperti dikutip dari laman berita Live Science.
Hirt dan tim membangun model matematis untuk menjelaskan mekanisme tersebut. Model tersebut menghitung kecepatan hewan saat mencapai kecepatan lari maksimal dalam sprint atau jarak pendek. Sprint, menurut dia, bertenaga anaerobik, yang berarti bahan bakar yang menggerakkan otot berasal dari penyimpanan jangka pendek dan terbatas.
Pada saat seekor gajah berjalan, energi yang digunakan sudah mendekati sejumlah besar cadangan energi anaerobiknya. "Akibatnya, hewan besar seperti gajah tidak pernah mencapai kecepatan teoretis yang mampu digerakkan otot mereka," begitulah penjelasan tim dalam jurnal. Hubungan antara massa tubuh dan kecepatan seperti kurva: saat kecepatan meningkat pada ukuran tubuh tertentu dan turun seiring dengan ukuran tubuhnya juga.
Baca: Hasil Riset: Pria Lebih Pelit Beramal Ketimbang Wanita
Selanjutnya: Model matematis