TEMPO.CO, Bandung - Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung memasang sistem perangkat deteksi longsor di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sistem pemantauan gerakan tanah bernama Wireless Sensor Network For Landslide Monitoring (Wiseland) itu berbasis jaringan sensor nirkabel.
Tim beranggotakan Arifan, Iyuk, Suryadi, Surip, dan Prabowo, dari Pusat Penelitian Geoteknologi serta Pusat Penelitian Fisika LIPI Bandung. Lokasi pemasangan pada April hingga Mei 2016 di Kampung Sidamukti dan Babakan Salam, di Desa dan Kecamatan Pangalengan. "Berawal dari adanya laporan retakan dan rekahan tanah di lereng dekat pemukiman warga tersebut," kata koordinator tim Adrin Tohari di kantornya.
Hunian warga merupakan dataran tinggi yang dikelilingi oleh pegunungan dan pohon kayu putih serta perkebunan sayur. Setelah pengujian geolistrik, ditemukan rongga cukup besar berisi tanah kering yang tidak stabil dan menjadi ancaman longsor. Kedua kampung terpisah sungai kecil.
Tim memasang empat kotak anak (node) yang tersebar sejauh maksimal 500 meter antar titik di Kampung Sidamukti. Tiap kotak berisi dua sensor, yakni tilt untuk mengukur perubahan kemiringan lereng akibat pergerakan, dan kabel baja ekstensometer sebagai pengukur besaran pergerakan laju perpindahan masa tanah.
Setiap kotak dipasangi pemancar frekuensi radio 2,4 gigahertz untuk melaporkan kondisi lokasi berdasarkan kerja sensor. Daya listriknya berasal dari tangkapan panel surya yang dipasang sepaket dengan perangkat. Tim LIPI juga membuat sensor modul agar beragam sensor pendeteksi longsor tersebut, ditambah sensor kadar air, serta tekanan air. “Kita membuat suatu modul yang berkomunikasi dengan beragam sensor dengan output 4-20 mili ampere,” kata Adrin.
Berbagai sensor yang punya output sebesar itu, bisa langsung berfungsi. Selanjutnya beroperasi untuk mengirim berbagai data sensor untuk dikirimkan ke kotak induk yang dilengkapi alat pengukur curah hujan. Keunggulan lainnya, jarak kotak anak ke induk bisa diperluas dari radius maksimal 500 meter, sehingga area yang dideteksi bisa lebih luas.
Caranya, tiap kotak sensor yang berjarak radius 500 meter bisa saling terhubung untuk mengoper data secara bertahap ke kotak induk. “Datanya dari tiap kotak sensor tidak akan tercampur karena masing-masing diberi identitas khusus,” ujarnya.
Sistem perangkat deteksi longsor tersebut kini belum sempurna. Sensor lain seperti pengukur kenaikan air tanah masih perlu dipasang. Parameter untuk mengukur kondisi bahaya longsor juga masih dikaji penetapan angkanya. Karena itu tim belum bisa menggunakan alarm longsor, selain memperoleh tanda-tanda terjadinya pergerakan tanah dari sebaran kotak sensor di kampung tersebut.
ANWAR SISWADI