TEMPO.CO, Houston - Setelah badai dan hujan yang menerpa tiada henti, air bah Houston yang naik akhirnya sampai di gerbang NASA Johnson Space Center (JSC) pada hari Minggu, 27 Agustus 2017.
Baca: NASA Sebut Planet Nibiru Ada, Teori Konspirasi Kiamat Benar?
Fasilitas NASA ini biasanya ramai dikunjungi oleh 10.000 ilmuwan, insinyur, staf dan kontraktor lainnya, termasuk pengendali terbang untuk Stasiun Luar Angkasa Internasional. Tapi kini tertutup untuk semua, selain personil misi.
Akun Twitter untuk kantor manajemen darurat melaporkan bahwa air di lingkungan perkantoran itu setinggi lutut di beberapa jalan dan membanjiri banyak trotoar. Petugas keamanan harus dievakuasi dari gerbang kampus. "Telepon jika Anda butuh akses," ujar sebuah tweet. "Sangat merekomendasikan tidak bepergian."
Spaceflight Meteorology Group yang bermarkas di JSC hari Minggu melaporkan bahwa pusat tersebut telah menerima hujan lebih dari 20 inci.
Direktur Penerbangan Royce Renfrew tiba hari Minggu untuk membebaskan salah satu rekannya di Mission Control Center, di mana pengendali penerbangan mendukung enam astronot di ISS. “Pemandangan agak surealis," dia men-tweet.
“Pada hari Senin, kontrol misi tetap beroperasi dan sepenuhnya mampu mendukung stasiun Stasiun Luar Angkasa Internasional," menurut sebuah pernyataan di situs web NASA.
JSC juga memiliki ruang vakum thermal besar di mana James Webb Space Telescope sedang menjalani tes. Penerus Teleskop Luar Angkasa Hubble senilai hampir US$ 9 miliar ini akan diluncurkan pada bulan Oktober 2018, tertunda beberapa tahun dari jadwal. Teleskop ini aman saat ini, begitu pula personil yang telah tinggal untuk melindunginya, kata seorang juru bicara.
Baca: Ilmuwan NASA Jelaskan Keistimewaan Gerhana Matahari
Pusat antariksa NASA ini mencakup lahan seluas 1.700 hektare di tenggara Houston, di depan Danau Clear yang rawan banjir dan sekitar 30 mil dari Teluk Galveston. Letaknya di dataran rendah, hanya 13 kaki di atas permukaan laut pada titik terendah, dan 22 kaki pada titik tertinggi. Kondisi itu menjadi lebih rentan akibat perubahan iklim.
THE WASHINGTON POST | ERWIN Z