TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena Eta Aquarids, atau hujan meteor yang terkait dengan Komet Halley, bakal memasuki atmosfer bumi termasuk langit Indonesia Minggu malam, 5 Mei 2024. Hujan meteor ini bisa dipantau dengan mata telanjang atau tanpa bantuan alat khusus, serta tidak berbahaya.
"Hujan meteor secara umum terdiri dari butiran debu dan pasir yang dilepaskan oleh komet ke atmosfer bumi. Jumlahnya bervariasi, namun jarang yang melebihi 100 meteor per jam," kata Astronom amatir, Marufin Sudibyo saat dihubungi Tempo, Minggu pagi.
Hari ini hingga besok diperkirakan sebagai malam puncak dari hujan meteor. Fenomena ini rutin terjadi di tanggal yang sama setiap tahunnya, yaitu 5 hingga 6 Mei. Menurut Marufin, pada momen ini orbit bumi dan orbit Komet Halley memiliki jarak pisah yang paling minimum atau berdekatan.
Ihwal sumber hujan meteor yang dilepaskan komet ini dipicu oleh tekanan angin matahari ketika bergerak menuju titik perihelionnya. Marufin menilai tekanan tersebut menghasilkan fenomena ekor komet yang dikenal dengan ekor debu. Akibat adanya gangguan gravitasi dari planet besar serupa bumi, membuat orbit butir-butir debu itu berubah secara gradual dan akhirnya masuk ke atmosfer bumi.
"Ini merupakan peristiwa rutin di langit bumi. Namun hal uniknya dari malam puncak hujan meteor adalah meteornya ini bersumber dari butir debu yang dilepaskan komet Halley. Ini komet legendaris yang diteliti Isaac Newton dan bukti bahwa tata surya bergerak mengelilingi matahari," kata Marufin yang menjabat sebagai Direktur di Ekliptika Institute, sebuah lembaga penelitian keilmuan astronomi dan kebumian nonpemerintah.
Walaupun jarang yang mencapai 100 meteor per jam, Marufin menjelaskan jika fenomena Eta Aquarids umumnya memiliki intensitas sekitar 60 meteor per jam, dengan kecepatan orbitnya 67 kilometer per detik. Artinya manusia bakal melihat fenomena ini serupa kilatan cahaya yang cepat di langit pada malam hari.
"Hujan meteor bisa disaksikan sejak tengah malam hingga terbitnya fajar. Dia tidak berbahaya dan seluruh meteor yang terlibat dalam fenomena ini akan musnah menjadi bubuk mikro di ketinggian 60 hingga 90 kilometer dari daratan bumi," ucap Marufin.
Pilihan Editor: ITB Naikkan UKT Mahasiswa 2024, Segini Perkiraan Besarannya